Senin, 12 Juli 2010

Yaa Ukhti.. Jagalah Lisanmu!

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Allah telah melimpahkan nikmat-Nya atas kalian yang lahir maupun yang bathin..” (Luqman: 20)

Termasuk dari nikmat Allah yang di anugerahkan kepada kita ialah lisan. Allah Ta’ala memuliakan hamba-Nya dengan sebab lisan tersebut, dan lisan juga digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan apa yang ada didalam hati.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dia Allah yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarkannya pandai berbicara”. (Ar-Rahman: 1-4)

Dan Allah ‘Azza Wa Jalla mengingatkan nikmat-Nya terhadap hamba-Nya. Ketika Allah menciptakan lisan bagi hamba-Nya; sebagaimana dalam firman-Nya:

“Bukankah kami telah menciptakan bagi manusia itu dua mata. Dan kami menciptakan pula satu lisan dan dua bibir”.

Lisan terkadang dapat mengangkat derajat si pemilik lisan tersebut kepada derajat yang paling tinggi. Dan akan terealisir yang demikian ini, ketika lisannya digunakan dalam perkara-perkara yang baik seperti berdoa kepada Allah, membaca al-qur’an, atau untuk kepentingan dakwah dijalan Allah, mengajarkan ilmu dan semisalnya. Dengan kata lain digunakan kepada apa yang diridhai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla.

Namun lisan juga terkadang dapat menjerumuskan si pemilik lisan tersebut kepada tingkatan yang paling rendah. Dan akan terjadi yang demikian ini ketika lisan tersebut dilepaskan kepada perkara yang tidak diridhai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menceritakan tentang penduduk surga; ketika mereka bertanya kepada penduduk neraka, dalam firman-Nya:

“Apa yang menyebabkan kamu masuk kedalam neraka Saqar?. Mereka menjawab: dahulu kami bukan termasuk orang-orang yang mendirikan shalat. Dan kami juga tidak memberikan makan orang miskin. Bahkan kami suka berbincang-bincang (yang tidak dimengerti), bersama orang-orang yang membicarakannya”. Dan kami mendustakan tentang adanya hari kiamat. Sampai datang kepada kami kematian”. (Al Muddatstsir: 42-47)

Sisi pendalilan dari ayat tersebut diatas ialah bahwa duduk berbincang-bincang dalam perkara yang tidak dimengerti (asbun/ngrumpi); menjadi salah satu sebab yang mengantarkan seseorang masuk neraka.

Berkata Ibnu Katsir dalam menafsirkan Firman Allah Ta’ala (Al Muddatstsir: 45): “Bahkan kami suka berbincang-bincang (yang tidak dimengerti) bersama orang-orang yang membicarakannya”. Yakni kami suka berbincang-bincang dalam perkara yang kami tidak mengetahuinya.

Berkata Qatadah bin Di’amah As Sadusi (Imam dari kalangan Tabi’in) dalam menafsirkan ayat ke 45 dari surat Al Muddatstsir tersebut: “Bahwasanya menjadi sesat orang yang sesat, kamipun sesat bersamanya”.

Dalam Shahih Al-Bukhari termaktub riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba ketika berkata dengan suatu perkataan yang mendatangkan ridha Allah; dan dia tidak menyadari bahwa perkataannya tersebut dapat mendatangkan ridha Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya dengan beberapa derajat. Dan adapula seorang hamba ketika berkata dengan suatu perkataan yang dibenci oleh Allah; dan dia tidak memikirkan bahwa perkataannya tersebut dapat mengundang kemurkaan Allah, maka Allah akan mencampakkan dia ke neraka jahannam”. (juga diriwayatkan oleh Imam Muslim 4/2290 dengan makna yang serupa)

Menjaga Lisan Termasuk Kesempurnaan Islam

Al Imam Al Bukhari 1/53 dan Al Imam Muslim 1/65 meriwayatkan (dan ini lafadz Al Bukhari) hadits dari Abdullah Bin ‘Amr Bin Al-‘Ash, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Aalihi Wasallam bersabda:

“Seorang muslim itu ialah yang berhasil menyelamatkan saudaranya sesama muslim (Al-Muslimuun dalam lafadz arabnya) dari kejahatan lisannya dan tangannya”.

Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah dalam Fathul Bari menerangkan penggunaan kata Al-Muslimuun dalam riwayat tersebut diatas:

“Disebutkannya kata Al-Muslimuun dalam hadits tersebut karena keluar dari keumuman keadaan manusia. Dan memelihara kehormatan seorang muslim dengan cara menahan gangguan terhadapnya merupakan kewajiban yang disebutkan dengan penegasan kalimat yang lebih keras. Walaupun dalam hal ini orang-orang kafir diperangi, namun ada dari golongan mereka yang diwajibkan bagi kita untuk menahan diri daripadanya (yakni kafir Dzimmi). Kemudian dibawakan dalam hadits tersebut dengan menyebutkan Jama’ Mudzakkar Saalim (kata yang menunjukkan bilangan banyak -plural- untuk laki-laki; yakni kata Al-Muslimuun: pria-pria muslim) karena menunjukkan bahwa keumumannya demikian. Dan sesungguhnya wanita-wanita muslimah juga masuk dalam kategori Al-Muslimuun pada hadits tersebut.

Nasihatii Lin Nisaa’
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah Hafidzahallah (Puteri Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi’i Rahimahullah)
Alih Bahasa : Fikri Abul Hassan

Disadur dari: www.alghuroba.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.