Tanpa cinta Nya Aku tidak dapat berbuat apa-apa Dengan cinta Nya Tidak ada yang tidak dapat aku lakukan.... Without His love I can do nothing With His love there is nothing I cannot do.
Senin, 28 November 2011
Success for Teenagers
Apakah sukses itu? Bagaimanakah orang sukses itu? Andrie Wongso, Motivator No. 1 Indonesia mengatakan "Sukses adalah Hak Saya" (Success is My Right). Teman saya di sekolah mengatakan bahwa sukses itu adalah kaya raya, ada juga yang mengatakan bahwa sukses adalah berhasil mencapai sesuatu (goal). Ayah saya mengatakan bahwa sukses bukanlah soal uang, tapi sukses soal kebahagiaan. Jadi definisi siapa dan yang mana yang paling benar? Semuanya benar, semuanya tepat karena jawaban dari sukses ada di dalam diri kita masing-masing. Sukses itu RELATIF, tergantung diri kita dan tergantung apa tujuan akhir kita.
Seorang jagoan basket berhasil memenangi sebuah kejuaraan antar sekolah se-Jakarta. Berarti dia telah disebut sukses. Karena terlah berhasil mencapai tujuannya yaitu memenangi kejuaraan antar sekolah se-Jakarta. Seorang pintar berhasil menjadi juara umum di sekolahnya dengan nilai terbaik. Berarti dia juga telah sukses. Seorang penulis buku berhasil menjual bukunya dan menjadi Best Seller. Itu namanya dia juga sudah sukses.
Contoh-contoh di atas, mengatakan bahwa setiap orang memiliki arti dan jalan sukses yang berbeda-beda.Karena dalam mencapai kesuksesan itu setiap orang memiliki mimpi, goal, dan langkah yang berbeda. Biasanya kalau udah dengar kata "sukses", kita langsung berpikir tentang uang. Tapi ternyata sukses bukan hanya soal uang.
Yang pasti orang sukes selalu punya cara untuk mencapai tujuannya, orang sukses selalu bangkit saat ia gagal, dan orang sukses itu selalu rendah hati saat orang lain meninggikannya. Sedangkan orang gagal selalu kebanyakan alasan, orang gagal selalu berkomentar saat ia jatuh. Itulah yang menjadi perbedaan intinya.
Jadi kesimpulannya, SUKSES ITU RELATIF, TIDAK BISA DIUKUR DARI UANG, TAPI DARI KEBAHAGIAAN YANG DIDAPATKAN.
Setelah mengetahui bahwa sukses bukan soal uang, dan berarti sukses bukan hanya milik orang dewasa yang sudah bekerja memakai dasi. Bahkan anak umur 4 tahun saja bisa sukses. Contohnya anak umur 4 tahun memenangkan lomba lari bendera saat Peringatan 17-an. Jadi sukses itu relatif dan berarti setiap orang memiliki cara sendiri untuk jadi sukses. Seperti apa cara dan ciri-cirinya?
1.Punya Mimpi
Apabila orang yang mau berhasil tidak punya mimpi, berarti sama saja tidak bisa menjadi sukses. Karena orang sukses selalu punya mimpi. Orang sukses selalu tahu cara untuk menggapai mimpinya. Bila kita tahu mimpi kita, maka kita dapat menentukan gerak dan arah langkah kaki kita.
2.Langkah yang Mantap
Kalau kita punya mimpi, tapi enggak ada usaha dan langkah yang mantap (action) yang kita lakukan, apakah akan tercapai mimpi kita yang indah itu? Kesimpulannya, punya mimpi tapi enggak pernah berusaha sama aja dengan bermimpi di siang bolong.
3.Jatuh? Bangkit dong!
Jangan menyerah apabila apa yang kita lakukan itu gagal. Sebenarnya di nomor 3 ini bisa dibilang sudah sangat umum. Karena dimana-mana teori ini selalu ada dalam cara menjadi orang sukses, tapi praktiknya itu yang sangat amat susah untuk dijalani. Tips yang paling mudah adalah berdoalah kepada Tuhan meminta agar diri kita dikuatkan.
4.Jadilah Telur Emas
Apabila kita melihat sebuah lukisan yang berisi 10 ribu telur, lalu di tengah-tengah ada satu telur besar, lonjong dan berwarna emas yang terlihat sangat bersinar-sinar. Dengan otomatis kita akan melihat ke telur emas tersebut. Telur Emas itu telah menjadi magnet paling menarik dibandingkan ribuan telur lainnya.
Orang sukses selalu memiliki ciri khas yang menonjol, yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Jadilah Telur Emas!
5.Low Profile
Apabila kita sudah sukses, sudah menjadi Telur Emas. Tapi kita menjadi sombong dan congkak, itu akan menurunkan harga dan kualitas yang kita miliki menjadi "barang" kedaluwarsa. Dan itu membuat Telur Emas kita menjadi putih kembali lalu menjadi busuk.
Jadi jagalah kesuksesan yang kita miliki dengan sikap rendah hati. Apa sih yang paling penting dalam hidup ini? Menurut survei adalah ATTITTUDE (sikap). Jadi jagalah Sikap kita!
Semoga saja apa yang telah saya bagikan dapat bermanfaat bagi teman-teman semua. Saya yakin kita semua mau menjadi Sukses dengan Goal kita masing-masing.Kelima cara di atas barulah sebagian kecil dari cara menjadi sukses yang ada. Dan yang terpenting adalah PRAKTIK yang harus kita jalani dengan ketulusan hati.
Salam Sukses! LUAR BIASA!
Senin, 14 November 2011
Cinta Karena Allah
Di antara karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang mukmin adalah dipersaudarakannya sesama mereka. Dari persaudaraan itu, diharapkan tumbuh rasa saling mencintai, yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, salah satu karakter dasar seorang mukmin.
Fadhilah Cinta karena Allah
Mencintai orang-orang yang beriman yang senantiasa taat kepada Allah sangat besar pahalanya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
Sesunguhnya kelak di Hari Kiamat Allah akan berfirman, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Ku disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku”
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai. Apakah tidak perlu aku tunjukkan pada satu perkara, jika kalian melakukannya maka niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian! (HR. Muslim).
Yang menjadi dalil pada hadits ini adalah sabda Rasulullah saw., “Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai”. Hadits ini menunjukkan tentang besarnya pahala saling mencintai karena Allah.
Juga hadits dari Anas bin Malik, Rasulullah saw. bersabda:
Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang hanya karena Allah semata.(HR. Bukhari).
Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, bagaiman jika ada seseorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah saw. bersabda, “Engkau wahai Abu Dzar, akan bersama siapa saja yang engkau cintai.” Abu Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Abu Dzar mengulanginya satu atau dua kali”. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)
Hadits Muadz bin Anas Al-Jahni bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka berarti ia telah sempurna imannya. (HR. AL Hakim).
Wujud Cinta karena Allah
Disunahkan orang yang mencintai saudaranya karena Allah
1. untuk mengabari dan memberitahukan cintanya kepadanya. Nabi saw. bersabda:
Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
2. mendoakan dan meminta doa dari saudaranya . Nabi saw. bersabda:
Barang siapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak bersamanya, maka malaikat yang diserahi untuk menjaga dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang sepadan.” (HR. Muslim).
Umar bin Khatab berkata: Aku meminta izin kepada Nabi saw. untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan bersabda: “Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
3. mengunjungi orang yang dicintai, duduk bersamanya, saling menjalin persaudaraan, dan saling memberi karena Allah, setelah mencintai-Nya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di kota lain. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengikutinya. Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Hendak ke mana engkau?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di kota ini.” Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola olehnya?” Ia berkata, “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.” Malaikat itu berkata, “Sesunggunya aku adalah utusan Allah kepadamu. Aku diperintahkan untuk mengatakan bahwa Allah sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu itu karena Allah.” (HR. Muslim)
4. Senantiasa berusaha membantu kebutuhan saudaranya dan bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya. Hal ini berdasarkan hadits Mutafaq ‘alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda:
Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, ia tidak akan mendzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di Hari Kiamat.
5. menemui orang yang dicintai dengan menampakan perkara yang disukainya untuk menggembirakannya dan dengan wajah yang berseri-seri. Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab As-Shagir; Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang menemui saudaranya yang muslim dengan menampakan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya, maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya di Hari Kiamat.
Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekedar bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri (HR. Muslim).
6. memberikan dan menerima hadiah saudaranya serta membalasnya. Rasulullah saw bersabda:
Kalian harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai. (HR. Bukhari).
Rasulullah saw. pernah menerima hadiah dan membalasnya. (HR. Bukhari)
Termasuk memberikan balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Tirmidzi meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia berkata kepada orang yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka dia sungguh telah memberikan pujian yang sangat baik.
7. Harus berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepadanya. Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa yang tidak bisa bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama dengan bersyukur. Dan tidak membicarakan kenikmatan berarti mengingkari nikmat. Berjamaah adalah rahmat, bercerai berai adalah adzab.
8. Disunahkan membela saudaranya untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu kesulitan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. jika didatangi peminta-minta, maka beliau suka berkata:
Belalah ia maka kalian akan diberikan pahala. Dan Allah akan memutuskan dengan lisan nabi-Nya perkara yang ia kehendaki. (HR. Bukhari).
9. Wajib menerima permintaan maaf dari saudaranya. Diriwayatkan Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang mengajukan permintaan maaf kepada saudaranya dengan suatu alasan tapi ia tidak menerimanya, maka ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut pajak.
10. Wajib menjaga rahasia seorang muslim. Diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Jika seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan kemudian ia menoleh (melihat sekelilingnya), maka pembicaraan itu adalah amanah.
11. Wajib memberi nasihat. Imam Muslim telah mentakhrij dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Hak muslim atas muslim yang lain ada enam. Dikatakan, “Apa yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul saw. bersabda, “Apabila engkau bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkan salam kepadanya; Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; Apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan al hamdu lillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit maka tengoklah; Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah sampai ke kuburnya.”
Khatimah
Semoga dengan melaksanakan petunjuk Rasulullah saw. dalam mencintai seorang hamba karena-Nya, kita dicintai Allah SWT sebagaimana hadits dari Umar bin Al-Khathab, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah:
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS. Yunus [10]: 62). Allahumma amien!
(Sumber : http://andhiena.multiply.com)
Aku Mencintaimu Karena Allah
Dalam hadist yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dikisahkan.
Ada seorang sahabat yang berdiri disamping Rosulullah Shollalahu Alaihi Wa Sallam, lalu seorang sahabat lain lewat dihadapan keduanya. Orang yang berada disamping Rosulullah itu tiba-tiba berkata "Ya Rasulullah, aku mencintai Dia."
"Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?“, tanya Nabi.
"belum" jawab orang itu.
Rosulullah berkata, "Nah, kabarkanlah kepadanya!“.
Kemudian orang itu segera berkata kepada sahabatnya. "Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.“
Dengan serta merta orang itu menjawab, 'Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya“. (HR. Abu dawud)
Rasulullah sering menganjurkan para sahabat untuk menyatakan rasa kasih sayang terhadap sahabat lainnya. Suatu ketika Beliau bersabda, "apabila seorang muslim mencintai saudaranya (karena Allah) hendaklah dia memberitahukan (kepadanya)“ (HR. Abu dawud dan Tarmidzi)
Membicarakan cinta sangatlah luas maknanya. Cinta itu artinya suka atau senang. Orang betawi bilang “demen”. Mengapa seseorang itu kita senangi? Kerena dia pasti berkenan di hati kita. Karena hati merasa terkontak. Jadi standard cinta itu ada di hati. Cinta bersumber dari ketakjuban. Jika ketakjuban ini berlandaskan karena Allah alangkah indah rasanya.
Sayang kebanyakan kita telah salah persepsi dengan cinta, dimana makna cinta telah bergeser kepada birahi atau syahwat. Bila kata “cinta” diungkapkan, persepsi kita langsung menggambarkan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah. padahal tidak semua cinta berorientasi syahwat, bahkan ada cinta yang merupakan suatu yang syar’i, suci, dan imani yaitu mencintai orang lain karena Allah dan iman kepada-Nya.
Ajaran islam menghendaki agar cinta antara sesama manusia dapat berlangsung karena mencintai dan mengimani Allah. Standardises cinta ditentukan oleh iman dan amal sholeh dari orang yang dicintainya itu. Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin untuk dicintai. Untuk itu, Allah telah mewujudkan bahwa iman itu sebagai sesuatu yang indah di hati orang-orang mukmin.
Rasulullah Shallalahu Alaihi Wa Salam bersabda, “Janganlah kalian menganggap sepele dari kebaikan sedikitpun, Walaupun hanya dengan menyapa saudaramu dengan muka manis” (HR. Muslim)
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-hujarat :7-8)
Memiliki rasa cinta kepada iman dan orang-orang mu’min merupakan rahmat dan karunia Allah yang besar. Ini merupakan kasih sayang Allah kepada setiap insan Mu’min. rasulullah bersabda, “ Tiang yang paling kokoh dan iman adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah" (HR. Muslim)
Karena itulah mencintai sesama muslim merupakan salah satu diantara parameter keimanan seseorang. Untuk memperkokoh parameter cinta karena iman ini, para sahabat nabi sering berdoa dengan ungkapan. “Ya Allah jadikanlah kami mencintai iman, dan jadikanlah iman itu indah didalam hati kami. Dan bencikanlah kami kepada kekafiran kefasikan dan kedurhakaan. Dan jadikanlah kami tergolong orang-orang yang benar".
Berlandaskan cinta kepada iman inilah setiap muslim wajib mencintai saudaranya sesama mu’min. Rasulullah Shollalahu Alaihi wasalam bersabda “Tidak beriman salah seorang kamu sehingga mencintai saudaranya (sesama muslim) seperti mencintai dirinya sediri." (HR. Muslim)
Iman kepada Allah dan Rasul serta cinta kepada sesama muslim tak mungkin terpisah. karena seluruhnya merupakan satu kesatuan. Dengan landasan cinta inilah persaudaraan (ukkuwah) itu terbentuk diantara sesama muslim.
Kenapa seseorang bisa jatuh cinta ?
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang."
(Al Quran Al Karim Surah Maryam ayat 96)
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat". (Al-Hujarat : 10)
Kecintaan seorang muslim terhadap muslim lainnya tentu bukan disebabkan nafsu syahwat yang memuncak dalam perasaannya, tetapi karena kesadaran terhadap ukhuwah dan peningkatan iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan terhadap akhlaq yang mulia atau ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah. Karena itu, ungkapan cinta mereka bukan merupakan pernyataan gombal diantara mereka seperti halnya ungkapan-ungkapan cinta oleh orang-orang sekarang yang mengikuti dari golongan non muslim yang hanya disampaikan setiap hari valentine saja. Tapi haruslah mengungkapkannya seperti yang disunnahkan oleh Rasululah.
Islam membimbing kita agar mengutarakan perasaan cinta ini dengan terus terang yaitu uhibbuka fillah atau uhibbuki fillah. Ungkapan ini membedakan antara cinta yang dilandasi iman dengan cinta yang berdasarkan syahwat. manakala seorang muslim menerima perkataan ini maka ia hendahnya menjawab Ahabbakallah lima ahbabtani iyyahu (semoga Allah mencintai anda disebabkan kecintaan anda kepadaku kepada Dia). Ungkapan mesra seperti ini akan menambah eratnya tali ikatan ukkuwah diantara sesama muslim.
Akhir kata, tak ada kata cinta untuk Valentine, melainkan kata "Aku Mencintaimu Kamu karena Allah" mulai hari ini hingga selamanya.
(Sumber : http://sad-ewing.staff.ugm.ac.id)
Indahnya Cinta Karena Allah
“Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?
Pertanyaan tersebut dapat terjawab melalui penjelasan Ibnu Daqiiqil ‘Ied dalam syarah beliau terhadap hadits diatas (selengkapnya, lihat di Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyah).
(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”
Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”
Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”
Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”
Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)
“Saudara” yang dimaksud dalam hadits tersebut bukan hanya saudara kandung atau akibat adanya kesamaan nasab/ keturunan darah, tetapi “saudara” dalam artian yang lebih luas lagi. Dalam Bahasa Arab, saudara kandung disebut dengan Asy-Asyaqiiq ( الشَّّقِيْقُ). Sering kita jumpa seseorang menyebut temannya yang juga beragama Islam sebagai “Ukhti fillah” (saudara wanita ku di jalan Allah). Berarti, kebaikan yang kita berikan tersebut berlaku bagi seluruh kaum muslimin, karena sesungguhnya kaum muslim itu bersaudara.
Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”
Wahai saudariku -semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)
Dalam ayat tersebut Allah memuji kaum Muhajirin yang berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk memperoleh kebebasan dalam mewujudkan syahadat mereka an laa ilaha illallah wa anna muhammadan rasulullah. Mereka meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan harta yang telah mereka kumpulkan dengan jerih payah. Semua demi Allah! Maka, kaum muhajirin (orang yang berhijrah) itu pun mendapatkan pujian dari Allah Rabbul ‘alamin. Demikian pula kaum Anshar yang memang merupakan penduduk Madinah. Saudariku fillah, perhatikanlah dengan seksama bagaimana Allah mengajarkan kepada kita keutamaan orang-orang yang mengutamakan saudara mereka. Betapa mengagumkan sikap itsar (mengutamakan orang lain) mereka. Dalam surat Al-Hasyr tersebur, Allah memuji kaum Anshar sebagai Al-Muflihun (orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat) karena kecintaan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin, dan mereka mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka (kaum Anshar) sebenarnya juga sedang berada dalam kesulitan. Allah Ta’aala memuji orang-orang yang dipelihara Allah Ta’aala dari kekikiran dirinya sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah yang demikian itu dilakukan oleh kaum Anshar melainkan karena keimanan mereka yang benar-benar tulus, yaitu keimanan kepada Dzat yang telah menciptakan manusia dari tanah liat kemudian menyempurnakan bentuk tubuhnya dan Dia lah Dzat yang memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendaki oleh-Nya serta menghalangi rezeki kepada siapapun yang Dia kehendaki.
Tapi, ingatlah wahai saudariku fillah, jangan sampai kita tergelincir oleh tipu daya syaithon ketika mereka membisikkan ke dada kita “utamakanlah saudaramu dalam segala hal, bahkan bila agama mu yang menjadi taruhannya.” Saudariku fillah, hendaklah seseorang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. Misalkan seorang laki-laki datang untuk sholat ke masjid, dia pun langsung mengambil tempat di shaf paling belakang, sedangkan di shaf depan masih ada tempat kosong, lalu dia berdalih “Aku memberikan tempat kosong itu bagi saudaraku yang lain. Cukuplah aku di shaf belakang.” Ketahuilah, itu adalah tipu daya syaithon! Hendaklah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan agama kita. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)
Berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan agama, bukan dalam urusan dunia. Banyak orang yang berdalih dengan ayat ini untuk menyibukkan diri mereka dengan melulu urusan dunia, sehingga untuk belajar tentang makna syahadat saja mereka sudah tidak lagi memiliki waktu sama sekali. Wal iyadzu billah. Semoga Allah menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang seperti itu.
Wujudkanlah Kecintaan Kepada Saudaramu Karena Allah
Mari kita bersama mengurai, apa contoh sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai bukti mencintai sesuatu bagi saudara kita yang juga kita cintai bagi diri kita…
Mengucapkan Salam dan Menjawab Salam Ketika Bertemu
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidak maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Pada hakekatnya ucapan salam merupakan do’a dari seseorang bagi orang lain. Di dalam lafadz salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh” terdapat wujud kecintaan seorang muslim pada muslim yang lain. Yaitu keinginannya agar orang yang disapanya dengan salam, bisa memperoleh keselamatan, rahmat, dan barokah. Barokah artinya tetapnya suatu kebaikan dan bertambah banyaknya dia. Tentunya seseorang senang bila ada orang yang mendo’akan keselamatan, rahmat, dan barokah bagi dirinya. Semoga Allah mengabulkan do’a tersebut. Saudariku fillah, bayangkanlah! Betapa banyak kebahagiaan yang kita bagikan kepada saudara kita sesama muslim bila setiap bertemu dengan muslimah lain -baik yang kita kenal maupun tidak kita kenal- kita senantiasa menyapa mereka dengan salam. Bukankah kita pun ingin bila kita memperoleh banyak do’a yang demikian?! Namun, sangat baik jika seorang wanita muslimah tidak mengucapkan salam kepada laki-laki yang bukan mahromnya jika dia takut akan terjadi fitnah. Maka, bila di jalan kita bertemu dengan muslimah yang tidak kita kenal namun dia berkerudung dan kita yakin bahwa kerudung itu adalah ciri bahwa dia adalah seorang muslimah, ucapkanlah salam kepadanya. Semoga dengan hal sederhana ini, kita bisa menyebar kecintaan kepada sesama saudara muslimah. Insya Allah…
Bertutur Kata yang Menyenangkan dan Bermanfaat
Dalam sehari bisa kita hitung berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sekedar berkumpul-kumpul dan ngobrol dengan teman. Seringkali obrolan kita mengarah kepada ghibah/menggunjing/bergosip. Betapa meruginya kita. Seandainya, waktu ngobrol tersebut kita gunakan untuk membicarakan hal-hal yang setidaknya lebih bermanfaat, tentunya kita tidak akan menyesal. Misalnya, sembari makan siang bersama teman kita bercerita, “Tadi shubuh saya shalat berjamaah dengan teman kost. Saya yang jadi makmum. Teman saya yang jadi imam itu, membaca surat Al-Insan. Katanya sih itu sunnah. Memangnya apa sih sunnah itu?” Teman yang lain menjawab, “Sunnah yang dimaksud teman anti itu maksudnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang disunnahkan untuk membaca Surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at.” Lalu, teman yang bertanya tadi pun berkata, “Ooo… begitu, saya kok baru tahu ya…” Subhanallah! Sebuah makan siang yang berubah menjadi “majelis ilmu”, ladang pahala, dan ajang saling memberi nasehat dan kebaikan pada saudara sesama muslimah.
Mengajak Saudara Kita Untuk Bersama-Sama Menghadiri Majelis ‘Ilmu
Dari obrolan singkat di atas, bisa saja kemudian berlanjut, “Ngomong-ngomong, kamu tahu darimana kalau membaca surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at itu sunnah?” Temannya pun menjawab, “Saya tahu itu dari kajian.” Alhamdulillah bila ternyata temannya itu tertarik untuk mengikuti kajian, “Kalau saya ikut boleh nggak? Kayaknya menyenangkan juga ya ikut kajian.” Temannya pun berkata, “Alhamdulillah, insyaAllah kita bisa berangkat sama-sama. Nanti saya jemput anti di kost.”
Saling Menasehati, Baik Dengan Ucapan Lisan Maupun Tulisan
Suatu saat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya tentang aibnya kepada shahabat yang lain. Shahabat itu pun menjawab bahwa dia pernah mendengar bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu memiliki bermacam-macam lauk di meja makannya. Lalu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pun berkata yang maknanya ‘Seorang teman sejati bukanlah yang banyak memujimu, tetapi yang memperlihatkan kepadamu aib mu (agar orang yang dinasehati bisa memperbaiki aib tersebut. Yang perlu diingat, menasehati jangan dilakukan didepan orang banyak. Agar kita tidak tergolong ke dalam orang yang menyebar aib orang lain. Terdapat beberapa perincian dalam masalah ini -pen).’ Bentuk nasehat tersebut, bukan hanya secara lisan tetapi bisa juga melalui tulisan, baik surat, artikel, catatan saduran dari kitab-kitab ulama, dan lain-lain.
Saling Mengingatkan Tentang Kematian, Yaumil Hisab, At-Taghaabun (Hari Ditampakkannya Kesalahan-Kesalahan), Surga, dan Neraka
Sangat banyak orang yang baru ingin bertaubat bila nyawa telah nyaris terputus. Maka, diantara bentuk kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah saling mengingatkan tentang kematian. Ketika saudaranya hendak berbuat kesalahan, ingatkanlah bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita mati. Dan kita pasti tidak ingin bila kita mati dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah Ta’ala.
Saudariku fillah, berbaik sangkalah kepada saudari muslimah mu yang lain bila dia menasehati mu, memberimu tulisan-tulisan tentang ilmu agama, atau mengajakmu mengikuti kajian. Berbaik sangkalah bahwa dia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Sebagaimana dia pun menginginkan yang demikian bagi dirinya. Karena, siapakah gerangan orang yang senang terjerumus pada kubangan kesalahan dan tidak ada yang mengulurkan tangan padanya untuk menariknya dari kubangan yang kotor itu? Tentunya kita akan bersedih bila kita terjatuh di lubang yang kotor dan orang-orang di sekeliling kita hanya melihat tanpa menolong kita…
Tidak ada ruginya bila kita banyak mengutamakan saudara kita. Selama kita berusaha ikhlash, balasan terbaik di sisi Allah Ta’ala menanti kita. Janganlah risau karena bisikan-bisikan yang mengajak kita untuk “ingin menang sendiri, ingin terkenal sendiri”. Wahai saudariku fillah, manusia akan mati! Semua makhluk Allah akan mati dan kembali kepada Allah!! Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Maka, melakukan sesuatu untuk Dzat Yang Maha Kekal tentunya lebih utama dibandingkan melakukan sesuatu sekedar untuk dipuji manusia. Bukankah demikian?
Janji Allah Ta’Ala Pasti Benar !
Saudariku muslimah -semoga Allah senantiasa menjaga kita diatas kebenaran-, ketahuilah! Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kemuliaan di Akhirat. Terdapat beberapa Hadits Qudsi tentang hal tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang bercinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat (artinya: “Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.” Do’a ini diucapkan Rasulullah bila beliau mendapatkan hal yang menyenangkan). Allah Ta’aala menyediakan bagi kita lahan pahala yang begitu banyak. Allah Ta’aala menyediakannya secara cuma-cuma bagi kita. Ternyata, begitu sederhana cara untuk mendapat pahala. Dan begitu mudahnya mengamalkan ajaran Islam bagi orang-orang yang meyakini bahwa esok dia akan bertemu dengan Allah Rabbul ‘alamin sembari melihat segala perbuatan baik maupun buruk yang telah dia lakukan selama hidup di dunia. Persiapkanlah bekal terbaik kita menuju Negeri Akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dan orang-orang yang kita cintai karena Allah di Surga Firdaus Al-A’laa bersama para Nabi, syuhada’, shiddiqin, dan shalihin. Itulah akhir kehidupan yang paling indah…
Maroji’:
1. Terjemah Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyyah karya Ibnu Daqiiqil ‘Ied
2. Terjemah Shahih Hadits Qudsi karya Syaikh Musthofa Al-’Adawi
3. Sunan Tirmidzi
Sumber: muslimah.or.id
Cinta Bukanlah Disalurkan Lewat Pacaran
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.
Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan,
”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.
Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
“Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan,
”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,
”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-
Allah Memerintahkan kepada Wanita untuk Menutup Auratnya
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Atho’ bin Abi Robbah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amr Abdul Mun’im Salim)
Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)
Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
An Nawawi –seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata,
”Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul ‘apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.” (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)
Meninjau Fenomena Pacaran
Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
Mustahil Ada Pacaran Islami
Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nadzar (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggal di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlelu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat. (Diambil dari buku Sutra Asmara, Ust Abu Umar Basyir)
Pacaran Mempengaruhi Kecintaan pada Allah
Ibnul Qayyim menjelaskan,
”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”.
Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ »
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup
Ibnul Qayyim berkata,
”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.
Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan
Panggang, Gunung Kidul, 22 Muharram 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Sumber : http://rumaysho.wordpress.com
Rayuan Setan Dalam Pacaran
Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)
Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32).
Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….
Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim).
Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.
Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Penulis: Ibnu Sutopo Yuono
Artikel www.muslim.or.id
Ikhwan-Akhwat Berbalas SMS Cinta, Bolehkah?
Islam membolehkan adanya adanya interaksi antara pria dan wanita untuk melaksanakan berbagai taklif hukum dan segala aktivitas yang harus mereka lakukan. Meskipun demikian, Islam sangat berhati-hati menjaga masalah ini. Oleh karena itulah, Islam melarang segala sesuatu yang dapat mendorong terjadinya hubungan yang bersifat seksual yang tidak disyariatkan. Islam melarang siapa pun, baik wanita maupun prianya, keluar dari sistem Islam yang khas dalam mengatur hubungan lawan jenis. Larangan dalam persoalan ini demikian tegas. Atas dasar itu, Islam menetapkan sifat ‘iffah (menjaga kehormatan) sebagai suatu kewajiban. Islam pun menetapkan setiap metode, cara, maupun sarana yang dapat menjaga kemuliaan dan akhlak terpuji sebagai sesuatu yang juga wajib dilaksanakan; sebagaimana kaidah ushul menyatakan:
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun hukumnya adalah wajib.
Apakah termasuk khalwat?
Laki-laki diharamkan berkhalwat dengan perempuan. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi :
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِإِمْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
Tidak diperbolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.
Rasulullah saw. telah bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai dengan mahram-nya, karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.
Khalwat maknanya adalah berkumpulnya seorang pria dan seorang wanita di suatu tempat yang tidak memberikan kemungkinan orang lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin keduanya. Dengan demikian, khalwat adalah berkumpulnya dua orang dengan menyendiri sehingga tidak ada orang lain bersama keduanya (Taqiyuddin an Nabhani dalam Nidzamul Ijtimai fil Islam)
Ada kesamaan sifat antara khalwat dengan sms-chatting, yaitu : hanya berdua, serta tidak ada orang lain yang menyertai. Akan tetapi, ada perbedaan yang prinsip, yaitu sms-chatting tidak berada dalam satu tempat. Oleh karena itu komunikasi via sms, program chatting, email, dan telepon tidak bisa dimasukkan dalam kategori khalwat. Otomatis, kita tidak bisa mengharamkan sms-chatting dengan dalil haramnya berkhalwat.
Lantas, apakah sms, chatting, email, dan telepon antara laki-laki dan perempuan diperbolehkan? Hal itu tergantung isi dari komunikasi itu. Jika isinya adalah dalam perkara yang diperbolehkan syara’, maka boleh. Akan tetapi, jika isinya adalah perkara yang haram, misalnya janjian kencan, apel malam minggu, dan yang sejenisnya (yang aktivitas tersebut tergolong haram) maka haram.
Hal ini sejalan dengan kaidah :
al-Washîlah ilâ al-harâm muharramah
Sarana yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang haram adalah haram.
Jika sms itu pasti mengarah kepada sesuatu yang haram, maka sms itu pun haram. Kata pasti kami beri garis bawah untuk menegaskan bahwa hal itu memang diduga kuat atau pasti akan menuju kepada keharaman. Keharaman itu pun bersumber dari nash, bukan akal.
Pengungkapan perasaan cinta dan sayang antara laki-laki dan perempuan yang tujuannya untuk bersenang-senang haruslah dalam kerangka pernikahan. Khitbah apalagi baru proses akan khitbah belumlah sampai pada pernikahan. Oleh karena itu, pernyataan cinta dan sayang belum saatnya dilakukan, walaupun hanya via sms. Akan tetapi, jika dalam urusan persiapan khitbah ataupun persiapan nikah anda mengirim sms kepada perempuan yang akan dikhitbah, itu boleh. Tetapi sebatas urusan itu saja, jangan sampai melebar kemana-mana seperti mengumbar sms cinta dan sayang.
(Sumber : http://www.faridmaruf.wordpress.com/, www.syariahpublications.com).
1 tamparan untuk 3 pertanyaan
Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, Dan ia kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, kiyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, yaitu seorang kiyai.
Pemuda berkata dengan sombongnya: Anda siapa !!!!!.......Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
Kiyai : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya insyaallah saya akan menjawab pertanyaan anda........
Pemuda itu berkata lagi : Anda yakin??????........... Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.(lagi-lagi dengan sombongnya)
Dan Kiyai itu menjawab :Insyaallah Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.........
Pemuda itu mulai bertanya tentang apa yang akan ia tanyakan
Pemuda : Saya ada 3 pertanyaan.......
(yang pertama).Kalau memang Tuhan itu ada,tunjukan wujud Tuhan kepada saya!!!
(kedua) .Apakah yang dinamakan takdir.....???
(yang ketiga) .Kalau syaitan diciptakan dari api.... kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api,..... tentu tidak menyakitkan buat syaitan ....??. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu? (astafirullah)
Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras...PLAAKK!!
Pemuda itu dengan keheranan bertanya sambil menahan rasa sakit ; Kenapa anda marah kepada saya....???
Kiyaipun menjawab : Saya tidak marah......Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda (dengan keheranan ia berkata) : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti......
Kiyai itu menerangkan sambil bertanya : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit.(jawab pemuda itu).
Kiyai : Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada.....???
Pemuda : Ya!
Kiyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu!!
Pemuda : Saya tidak bisa.
Kiyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Kiyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Jawab Pemuda : Tidak.
Kiyai : Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?
Pemuda : Tidak.
Kiyai : Itulah yang dinamakan takdir.
Kiyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda : Kulit (jawabnya)
Kiyai : Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda menjawab : Kulit....
Kiyai : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : Sakit.
Kiyai : Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan.........
(Semoga bisa mengambil hikmahnya)
Kegombalan di Kalangan Aktivis Dakwah ( Sebuah Kaca Diri )
Hal yang sangat menarik salah satunya adalah menyimak romantika di dunia aktivis dakwah. Di antara sebegitu banyak yang memiliki komitmen perjuangan, ada juga beberapa yang suatu saat kadang tergelincir pada jebakan interaksi ikhwan-akhwat. Karena memiliki amanah yang sama, sesama pengurus harian lembaga, atau berada dalam satu bidang, bisa juga dalam satu kepanitiaan, membuat interaksi kerja menjadi lebih intens.
Intensitas hubungan kerja itu suatu saat dapat menumbuhkan benih-benih simpati atau bahkan cinta di antara ikhwan dan akhwat. Hal ini bisa jadi fenomena yang wajar, karena cinta kepada lawan jenis itu fitrah manusia, katanya. Tapi meski fitrah, tetap aja ada resikonya, terutama pada keikhlasan beramal, sehingga bila ada bibit riya’ dan ujub bisa menghanguskan pahala yang seharusnya didapat. Namun jika ternyata tidak dapat mencegah adanya perasaan seperti itu, ya harus berusaha menjaga keikhlasan, dan tetap simpati (simpan dalam hati). Apabila perasaan itu telah mewujud pada realisasi amal, baik lisan maupun perbuatan, maka tak ayal akan terjadi juga gombalisasi di sini.
Sering seseorang ingin mengekspresikan atau menyampaikan perasaannya yang sedang membuncah karena cinta. Bagi aktivis dakwah, hal seperti ini mustinya disimpan rapat-rapat dalam lubuk hatinya, jangan sampai si “dia” memergoki adanya perasaan itu. Gengsi dong!! Namun suatu saat pertahanan itu bisa jebol manakala perasaan itu makin menjadi-jadi sedang keimanan dalam kondisi menurun. Maka lahirlah sebentuk perhatian pada si “dia”, baik berupa nasehat, tausiyah, pujian, menanyakan sesuatu (baik tanya beneran atau pun pura-pura bertanya hayoo…) atau sekadar menanyakan kabar. Entah itu lewat SMS, telpon, saat chatting, via e-mail … bisa juga dalam rapat koordinasi. (Aku banget nih, Astagfirullah…)
Dari pengamatan, yang paling banyak terjadi adalah adanya gombalisme via SMS, kita sebut saja sebagai SMS gombal. Kita simak contoh SMS-SMS ini….
“Aslm. Apa kbr? Ukhti, ana sungguh kagum dgn semangat anti. Amanah anti di mana-mana namun semuanya bisa tetap tawazun. Anti benar-benar mujahidah tangguh. Tetep semangat ya Ukhti!”
“Salut sama Ukhti! Anti sungguh militan. Hujan deras seperti itu datang rapat dgn jalan kaki. Jaga kesehatan ya. Ana nggak rela klo Anti sampai jatuh sakit…”
Akhwat: “Aww. Apa kabar? Akhi, sedang ngapain nih? Sudah makan belum? Jangan sampai lupa makan ya..”
Ikhwan: “Www. Alhamdulillaah, menjadi jauh lebih baik setelah Anti SMS ^_^. Ane sedang memikirkan seorang bidadari dunia yang begitu anggun mempesona. Hmm… ane belum makan, tapi dah gak terasa lapar klo ingat sama Anti…”
(Halah… gombal semua tuh!!!)
Ada yang lebih parah nih … kayak gini:
“Aww. Wah .. Anti makin terlihat anggun dengan jilbab biru tadi…”
“Assalaamu ‘alaikum. Apa kbr? Lama nggak kontak ya. Ane kangen ma suara Anti…”
“ … Ane janji akan menikahi Anti setelah lulus nanti ….”
Oh .. NOOOOOOOOOOOO!! Aneh-aneh aja isi SMS-nya. Mungkin lebih banyak lagi SMS-SMS aneh lainnya yang belum terdeteksi. Hmm.. bagaimana reaksi si penerima? Ya bervariasi, ada yang cuek saja, ada yang merasa risih, ada yang membalas biasa, ada yang bertanya-tanya bin penasaran, ada juga yang suka dan berbunga-bunga, ada yang kemudian menaruh harapan. Kita simak penggalan berikut…
Pada dini hari sekitar pukul dua pagi, suara berisik nada SMS membangunkan seorang akhwat dari perjalanan tidurnya. SMS dari siapa nih malam-malam gini, pikirnya. Serta merta dia buka SMS-nya, hah… dari seorang ikhwan, bunyinya:
”Wahai Ukhty, segera terjagalah dari mimpi indahmu, bangunlah dari peraduanmu, basuhlah wajah dan anggota tubuhmu agar bersinar di hari kemudian, bersujud dan bersimpuhlah kepada Allah, agungkanlah Asma-Nya. Niscaya Allah akan meridhoi langkah kita dan mengabulkan cita dan harapan kita.”
Sang akhwat tertegun, ngapain malam-malam begini si ikhwan itu ngirim SMS, kurang kerjaan aja. Dasar, sok perhatian! Namun tanpa sadar jari-jari lentik akhwat itu mengetik balasan:
“Jazakallah khairan, Akh. Jangan kapok tuk sering ngingetin ane ya…”
Nah lo!!
Coba dirasa-rasakan, apa SMS-SMS semacam itu tidak beresiko? Bagus sih sepertinya, membangunkan untuk sholat tahajud … tapi efek sampingnya bisa menimbulkan penyakit-penyakit hati. Bikin merajalelanya VMJ (Virus Merah Jambu). Waa.. kalau virus yang satu ini menyebar, bisa repot. Sulit nyari vaksin atau anti virusnya.
Makanya… ingat, penyebab awal perlu dicegah, yakni adanya gombalisasi. Kalau si gombal dah nyebar, maka sedikit banyak korban bisa berjatuhan. Baik ‘lecet-lecet’ ringan maupun ‘luka’ berat. Bahkan nanti gak hanya berdampak pada hati, tapi juga fisik. Lha bayangin aja … kalau jadi gak enak makan, gak nyaman tidur karena tiap mau makan .. ingat dia, mau tidur … ingat dia, mau ngapain aja ingat dia, apa gak lama-kalamaan bisa kurus tuh? Trus …siapa korbannya? Siapa lagi kalau bukan kaum wanita/akhawat. Mestinya paham dong gimana fitrah perasaan mereka. Mereka seneng dan suka bila diberi perhatian … bisa berbunga-bunga hatinya. Dan tipe cinta mereka (kebanyakan) adalah jatuh cinta sekali yang dibawa sampai mati, kayak Nurul dalam novel AAC itu loh… Trus mereka juga mudah berharap. Nah tuh … coba pikir kalau sampai mereka jatuh cinta, kemudian sampai berharap. Jika kemudian cinta dan harap itu tidak kesampaian, apa nggak sakiiiit banget nanti? Apa tega, mendholimi mereka seperti itu?
So, khususnya bagi para ikhwan, jaga diri, jaga hati, jaga gengsi. Jangan asal kirim SMS, lebih-lebih SMS gombal bin murahan. Juga .. jangan asal balas SMS, apalagi dengan SMS gombal. Ini nih contoh balasan yang ngegombal….
Akhwat : “Ane pengin rihlah, ke syurga …”
Ikhwan : “Ukhty, ke mana pun Anti mau pergi, saya akan bersedia menemani, meski taruhannya jiwa ini …” (He..he..he.. peace Ukhti ^_^ )
Nah!! Dasar gombal! Jaga gengsi dong. Ini nih…. Barisan kata berikut mungkin bisa menggambarkan ikhwan yang nggak mau nggombal.
Karena Aku Mencintaimu
Wahai Ukhty…
Karena aku mencintaimu, maka aku ingin menjagamu
Karena aku mencintaimu, aku tak ingin terlalu dekat denganmu
Karena aku mencintaimu, aku tak ingin menyakitimu
Karena cintaku padamu,
Tak akan kubiarkan cermin hatimu menjadi buram
Tak akan kubiarkan telaga jiwamu menjadi keruh
Tak akan kubiarkan perisai qolbumu menjadi retak, bahkan pecah
Karena cinta ini,
Ku tak ingin mengusik ketentraman batinmu,
Ku tak ingin mempesonamu,
Ku tak ingin membuatmu simpati dan kagum,
Atau pun menaruh harap padaku.
Maka biarlah…
Aku bersikap tegas padamu,
Biarlah aku seolah acuh tak memperhatikanmu,
Biarkan aku bersikap dingin,
Tidak mengapa kau tidak menyukai aku,
Bahkan membenciku sekali pun, tidak masalah bagiku….
Semua itu karena aku mencintaimu,
Demi keselamatanmu,
Demi kemuliaanmu.
So, sekali lagi bagi para ikhwan, jangan jualan gombal, jangan obral janji. Gak usah deh sok perhatian, terlebih lagu bilang suka atau cinta. Bisa fatal tuh akibatnya! Mau jadi orang dholim?? Tegaskan semenjak sekarang, hal seperti itu tabu kalau belum nikah. Kalau dah nikah sih … puas-puasin aja bilang cinta seratus kali sehari ama istrinya. Sampai dhower deh, terserah! ^_^
Bagi para akhwat, hati-hati binti waspada Ukh … jangan mudah digombali. Jangan percaya dengan kata-kata suka, cinta atau janji-janji. Jangan mudah menambatkan hati, jangan mudah berharap. Stay cool, calm, confident. Perisai izzahmu harus tetap kokoh. Antunna tidak suka terombang-ambing kan? Antunna lebih suka pada kepastian kan? Makanya jangan sampai semua itu terjadi sebelum ada hal yang konkrit, sebelum ada kepastian. Hal konkrit itu adalah, si ikhwan mengkhitbah Antunna dengan datang ke orang tua Antunna. Itu … baru deh, oke. Waspadalah …waspadalah …
SO SEMUANYA …. WASPADAI ARUS GOMBALISASI!!!
(Afwan jiddan jika ada yang tersinggung…!!!! Just intermezzo… ^__^)
Sumber : http://www.uhibbukumfillah.co.cc
Langganan:
Postingan (Atom)