Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ’ala Rosulillah wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Saudaraku, yang semoga diberi taufik oleh Allah Ta’ala. Saat ini kita lihat di mana masjid-masjid kaum muslimin tampak megah dan indah dengan berbagai hiasan dan aksesoris di dalamnya. Namun sangat-sangat disayangkan masjid-masjid tersebut sering kosong dari jama’ah. Ini sungguh sangat mengherankan, kita kadang melihat masjid yang megah dan besar hanya dipenuhi satu shaf padahal jumlah kaum muslimin di sekitar masjid itu amat banyak. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk dijelaskan kepada saudara-saudara kita ini mengenai hukum shalat jama’ah.
Diakui bahwa dalam hal ini terdapat perselisihan dikalangan para pakar fiqih apakah shalat jama’ah itu fardhu ’ain (wajib bagi setiap muslim), sunnah, atau fardhu kifayah (jika sebagian sudah menunaikannya maka gugur kewajiban yang lain). Namun kami tegaskan bahwa dalam setiap masalah perselisihan agama yang ada hendaklah kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah telah berfirman,
”Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’ [4] : 59). Itulah yang seharusnya dilakukan seorang muslim.
Dalil dari Al Qur’an
Allah Ta’ala menceritakan dalam firman-Nya mengenai shalat khouf (shalat dalam keadaan perang),
”Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka'at) , maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, shalatlah mereka denganmu.” (QS. An Nisa’ [4] : 102)
Dari ayat ini, Ibnul Qoyyim menjelaskan mengenai wajibnya shalat jama’ah:
”Allah memerintahkan untuk shalat dalam jama’ah [dan hukum asal perintah adalah wajib[1] yaitu Allah berfirman: (فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ), ”perintahkan segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu”]. Kemudian Allah mengulangi perintah-Nya lagi [dalam ayat (وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ), ”dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat,perintahkan mereka shalat bersamamu”]
Ini merupakan dalil bahwa shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain karena dalam ayat ini Allah tidak menggugurkan perintah-Nya pada pasukan kedua setelah dilakukan oleh kelompok pertama. Dan seandainya shalat jama’ah itu sunnah, maka shalat ini tentu gugur karena ada udzur yaitu dalam keadaan takut. Seandainya pula shalat jama’ah itu fardhu kifayah maka sudah cukup dilakukan oleh kelompok pertama tadi. Maka dalam ayat ini, tegaslah bahwa shalat jama’ah hukumnya adalah fardhu ’ain dilihat dari tiga sisi: [1] Allah memerintahkan kepada kelompok pertama, [2] Selanjutnya diperintahkan pula pada kelompok kedua, [3] Tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya meskipun dalam keadaan takut.”[2]
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera .” (QS. Al Qalam [68]: 42-43)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menghukumi orang-orang tersebut pada hari kiamat. Mereka tatkala itu tidak bisa sujud karena ketika di dunia mereka diajak untuk bersujud (yaitu shalat jama’ah), mereka pun enggan. Jika memang seperti ini, maka ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan mendatangi masjid yaitu dengan melaksanakan shalat jama’ah, bukan hanya melaksanakan shalat di rumah atau cuma shalat sendirian. Yang dimaksud dengan memenuhi panggilan adzan (dengan menghadiri shalat jama’ah di masjid), inilah yang ditafsirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits mengenai orang buta yang akan kami sebutkan nanti. [3]
Dalil dari As Sunnah
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memperingatkan keras pria yang meninggalkan shalat jama’ah yaitu ingin membakar rumah mereka. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa shalat jama’ah adalah wajib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama'ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka”. [4]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,
”Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama'ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan (adzan) itu.” [5]
Orang buta ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri shalat jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata:
“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” [6]
Lihatlah laki-laki tersebut memiliki beberapa udzur: [1] dia adalah seorang yang buta, [2] dia tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani, [3] banyak sekali tanaman, dan [4] banyak binatang buas. Namun karena dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan menghadiri shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana dengan orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih diberi kenikmatan penglihatan dan sebagainya?!
selengkapnya:
http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2726-shalat-jamaah-5-waktu-wajib-ataukah-sunnah.html
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.