Perkembangan dan perubahan dunia dari tahun ke tahun semakin menunjukan perubahan yang dinamis. Semua aspek kehidupan dari bangun tidur sampai tidur kembali ikut mengalami dampak perubahan dan perkembangan tersebut. Demikian pula dunia usaha dan juga dunia industri akan semakin melesat jauh ke depan. Tuntutan dan tantangan dunia usaha dan dunia industri semakin sulit, hal ini mau tidak mau menuntut dunia industri dan dunia usaha untuk seiring sejalan menyesuaikan berbagai hal tersebut.
Sejalan dengan pertumbuhan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia khususnya, maka permintaan akan adanya pasokan tenaga kerja yang trampil dan siap pakai tentu menjadi hal pokok yang harus ada. Tenaga kerja yang terampil dan siap kerja tersebut saat ini masih mengandalkan lulusan dari siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK merupakan sekolah menengah yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha dan dunia industri tersebut. Oleh karena itu siswa siswa SMK harus dan perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri. Untuk itu SMK harus semakkin lebih mendekatkan diri dengan dunia usaha dan dunia industri.
SMK kini digadang-gadang sebagai pusat pendidikan yang menyediakan tenaga terampil dan siap bekerja. Oleh karena hal itu maka pola pergeseran dari SMA ke SMK semakin hari semakin menuju prosentase yang ideal yakni 70% SMK dan 30% SMA. Dengan pergeseran itu tentu membawa dampak yang luar biasa besar bagi dunia pendidikan di Indonesia ini. Guru menjadi bagian dari unsur yang terdampak dari pergeseran tersebut, dimana guru merupakan ujung tombak dari pendidikan itu sendiri. Kebutuhan guru guru SMK semakin tahun semakin meningkat seiring dengan dibukanya berbagai program keahlian di SMK. Program program keahlian di SMK berkembang sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri, sehingga dibutuhkan guru-guru produktif baru khususnya SMK untuk bisa mencukupi kekurangan guru tersebut.
Dari hasil analisis kebutuhan guru oleh Dirjen GTK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diperoleh data bahwa beberapa program keahlian di SMK mengalami kekurangan guru produktif. Sementara jumlah guru pada beberapa progam keahlian dan juga guru adaptif juga normatif mengalami kelebihan jumlah guru. Hasil analisis perhitungan kebutuhan guru SMK menunjukan bahwa pada tahun 2016 diperlukan 335.821 guru produktif. Pada saat ini terdapat 100.552 guru di SMK yang terdiri dari 40.098 guru PNS dan 60.482 guru Non PNS (Paparan Dirjen GTK pada pembukaan Program Keahlian Gnada). Sehingga masih dibutuhkan guru sekitar 235.269, kekurangan guru tersebut merata pada semua kompetensi keahlian.
Dari paparan Dirjen GTK tersebut di atas maka pemenuhan kekurangan guru tersebut merupakan hal yang harus diatasi saat ini. Pemenuhan kebutuhan guru tersebut mendorong Pemerintah untuk ikut perperan serta dengan dikeluarkannya Inpres No 9 Tahun 2016 Tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia. Dengan terbitnya Intruksi Presiden tersebut maka Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan diinstruksikan untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi guru guru di SMK. Pemenuhan jumlah guru bisa ditempuh melalui 2 cara, yang pertama dengan mengangkat guru non PNS menjadi guru PNS. Tapi cara pertama ini ternyata memberikan dampak yang besar kepada keuangan negara. Maka pengangkatan PNS ditutup dengan adanya moratorium pengangkatan PNS. Cara kedua yang ditempuh oleh Kemdikbud adalah dengan Program Keahlian Ganda.
Program Keahlian Ganda diharapkan dapat memenuhi kekurangan guru produktif di SMK. Program Keahlian Ganda ini ditujukan terutama kepada Guru Adaptif maupun Normatif yang kekurangan jam mengajar atau terdampak adanya penerapan Kurikulum 2013. Pada Program ini guru tersebut akan dididik dan didiklat sesuai dengan kompetensi keahlian yang mereka ambil. Pendidikan program ini berlangsung 1 tahun, yang terdiri dari proses ON - IN -ON - IN. Pada proses ON maka guru belajar mandiri disekolah asal dan diberikan modul dan pendampingan. Selanjutnya proses IN maka guru masuk ke diklat di P4TK atau Sekolah yang ditunjuk untuk melakukan proses magang. Pada akhir diklat maka guru akan diuji oleh LSP untuk mengeluarkan Sertifikat Kompetensi, selain itu peserta Program ini akan dikutkan PLPG di LPTK sehingga bagi yang lulus akan langsung mendapatkan sertifikat pendidik.
Dari paparan program keahlian ganda ini, tidak sedikit yang meragukan akan efektifitas dari pelaksanaan program tersebut. Sebagian guru beranggapan program ini merupakan program sekali dan selamanya, dimana tidak akan ada program kelanjutan dari program sebelumnya. Hal ini merupakan imbas dari adanya bongkar pasang kurikulum pendidikan di Indonesia. Bukan rahasia umum lagi bahwa bila rezim berganti maka berganti pula menteri pendidikan, sudah dipastikan kurikulum pun ikut berganti. Sebagian lagi masih meragukan lulusan dari program keahlian ganda ini, apakah sama kualitasnya dengan guru yang langsung kuliah menempuh bidang yang sama. Misalkan guru yang berlatar belakang memang sudah kejuruan, yang guru tersebut menghabiskan waktu kuliah setidaknya minimal 4 tahun. Apakah sama antara lulusan program keahlian ganda yang hanya kira kira 1 tahun di diklat. Di bagian Indonesia lainnya misalkan di NTT maka ada kasus yang berbeda yakni kekurangan guru adaftif dan normatif. Hal ini ditambah lagi dengan adanya program keahlian ganda ini, maka banyak guru adaftif dan normatif yang mengikuti program ini. Sehingga bisa dibayangkan betapa runyamnya pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang ditinggalkan guru yang bersangkutan.
Namun dibalik semua hiruk pikuk terkait pelaksanaan program keahlian ganda ini, ada secercah harapan bagi guru guru yang sudah bersertifikasi pendidik, dimana guru yang bersangkutan tidak perlu lagi mencari ke sana ke mari jumlah jam yang kurang. Guru yang kekurangan jam untuk memenuhi 24 jam mengajar, akan sangat dimudahkan karena keahlian ganda mereka akan dihitung sebagai pelengkap 24 jam. Begitu juga dengan guru guru adaptif dan normatif yang terkurangi jam mengajarnya akibat penerapan kurikulum 2013 misalnya mata pelajaran kewirausahaan, fisiki, kimia, KKPI dan lainnya. Sehingga terpenuhilah syarat minimal memperoleh tunjangan profesi. Demikian dilema pelaksanaan program keahlian ganda, semoga dibalik semua hiruk pikuknya ada membawa sedikit perubahan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
*Guru SMKN 1 Sungai Pinang, Kabupaten Banjar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.