Senin, 27 Agustus 2012

Untuk Siapa “Salam” dalam Sholat?



Shalat itu ibadah khusus yang terdiri dari bacaan dan gerakan dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhir dengan salam.
Salat memiliki makna dan manfaat yang komprehensif bagi kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat.

Takbiratul ihram menggambarkan terputusnya sementara interaksi dan komunikasi hamba dengan sesamanya karena sedang online dengan Allah.

Setelah takbiratul ihram diharamkan berbicara dengan sesama manusia dan tidak dibenarkan melakukan gerakan di luar gerakan yang sudah ditentukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Dalam salat yang harus terjadi adalah “personal communication” dengan Allah dalam munajat, dialog, berserah dengan ikhlas dan khusyuk kepada-Nya sehingga perasaan seorang hamba yang sedang shalat diharapkan “connect” dengan Allah.

Sementara ketika salat berakhir, hamba kembali menyatakan salam, kedamaian dan kesejahteraan, bagi siapa saja yang berada di sebelah kanan dan di sebelah kirinya.

PERTAMA, salam ini untuk para MALAIKAT yang berada di sebelah kanan dan kiri. Dalam shalat itu, ada malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia di sebelah kanan dan kiri. Ada malaikat hafazhah yang senantiasa menjaga dan memelihara manusia, bahkan ketika shalat subuh ada malaikat yang menyaksikan. (QS Al-Isra/17: 78).

KEDUA, salam yang diucapkan hamba dalam mengakhiri shalat ke kanan dan kiri mengandung makna simbolik yang bernilai filosofis. Setelah hamba beriman membangun personal communication dengan Allah dalam shalat, maka pada gilirannya energi positif yang dirasakannya akan diaktualkan kepada sesama manusia yang berada di sebelah kanan maupun yang berada di sebelah kiri dalam bentuk perdamaian dan perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin.

Mengucapkan salam ke sebelah KANAN hukumnya WAJIB, mengisyaratkan bahwa tanggung jawab sosial kaum Muslimin kepada SESAMA MUSLIM yang oleh Al Qur’an dinamakan “kelompok kanan” (ash-hab al-yamin) yang memperoleh keselamatan di akhirat, merupakan kewajiban. (QS Al-Waqi’ah/56: 27-40, 90-91).

Pada waktu yang sama, kaum Muslimin dididik oleh Al-Qur`an agar tidak bersikap egois dalam menebar kedamaian hanya untuk Muslim, tetapi juga untuk BUKAN MUSLIM yang oleh Al-Qur`an disebut sebagai ash-hab al-syimal, kelompok KIRI. (QS Al-Waqi’ah/56: 41-56).

Tujuan menebar kedamaian kepada mereka yang bukan Muslim adalah untuk mempromosikan kepada mereka bahwa ajaran Islam itu cinta damai. Promosinya bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata (dakwah bil hal).

Rasulullah saw bersabda: “Hak seorang Muslim kepada tetangga itu terbagi TIGA level:

PERTAMA, jika tetangga itu masih ada hubungan kerabat (hubungan darah/family dan beragama Islam), maka mereka mendapatkan tiga hak. Hak sebagai Muslim, hak sebagai kerabat dan hak sebagai tetangga.

KEDUA, jika tetangga itu beragama Islam, tetapi bukan kerabat, tidak ada hubungan darah, maka mereka mendaptkan dua hak, hak sebagai Muslim dan hak sebagai tetangga.

KETIGA, jika tetangga itu bukan kerabat dan bukan Muslim, maka mereka mendapatkan satu hak, yakni hak bertetangga.

Ucapan salam dalam shalat ke kanan maupun ke kiri menggambarkan keluhuran akhlak seorang Muslim kepada tetangganya, baik Muslim maupun bukan Muslim. Sementara konsep tetangga itu seperti sebuah lingkaran. Mulai dari lingkaran satu RT, satu RW, satu Kelurahan, Satu Kota, Satu Provinsi hingga satu Negara.

Keluarga, menurut para sosiolog, merupakan satuan terkecil dalam sistem sosial, dan individu dalam keluarga, terutama kepala keluarga merupakan merupakan inti dari satuan terkecil tersebut.

Salam yang dinyatakan secara berjama’ah dalam shalat merupakan kekuatan perdamaian yang dahsyat bagi kemanusiaan. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.