Rabu, 06 April 2011

Memetik Faidah Surat al-'Ashr

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran serta saling menasehati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-'Ashr: 1-3)

Berdasarkan surat ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyimpulkan bahwa ada 4 kewajiban setiap manusia, yaitu:
Berilmu
Beramal
Berdakwah
Bersabar
Keempat hal inilah yang akan membebaskan manusia dari kerugian di dunia maupun di akherat.

Berilmu

Ilmu merupakan dasar ucapan dan perbuatan. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki ilmu atasnya. Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua pasti akan dimintai pertanggungjawabnya.” (QS. al-Isra': 36).

Ucapan dan perbuatan yang tidak dilandasi dengan ilmu, maka akan mendatangkan bahaya dan kerusakan. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Rabbku hanyalah mengharamkan perkara-perkara yang keji, yang tampak maupun yang tersembunyi, perbiatan dosa, pelanggaran batas tanpa alasan yang benar, dan kalian mengucapkan sesuatu dengan mengatasnamakan Allah tanpa ilmu.” (QS. al-A'raaf: 33).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baik atau tidaknya suatu ucapan dan perbuatan diukur berdasarkan wahyu dan bimbingan Allah. Oleh sebab itu, kita diperintahkan mengembalikan segala perselisihan -dalam hal ucapan maupun perbuatan- kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Kemudian, apabila kalian berselisih tentang suatu perkara, hendaklah kalian kembalikan kepada Allah (al-Qur'an) dan rasul (as-Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa': 59)

Demikian juga, kebaikan suatu amalan tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan ilmu yang benar. Sementara, amalan yang benar sajalah yang diterima di sisi-Nya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “(Allah) Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2).

Amal yang terbaik -sebagaimana dijelaskan oleh para ulama- adalah yang paling ikhlas dan paling sesuai tuntunan. Sedangkan keikhlasan dan kesesuaian dengan tuntunan tidak mungkin dicapai tanpa ilmu. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk memohon tambahan ilmu. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Wahai Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thoha: 114).

Dengan ilmu, maka seseorang akan bisa membedakan antara keimanan dengan kekafiran, antara tauhid dengan syirik, antara taat dengan maksiat, antara baik dan buruk, antara halal dan haram, antara sunnah dengan bid'ah. Sehingga ilmu menjadi senantiasa dibutuhkan sepanjang waktu.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Umat manusia membutuhkan ilmu jauh lebih banyak daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum, karena makan dan minum dibutuhkan dalam sehari cukup sekali atau dua kali. Adapun ilmu, maka ia dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”

Beramal

Amal merupakan buah dari ilmu. Berilmu namun tidak beramal akan mendatangkan kemurkaan Allah ta'ala. Oleh sebab itu, bangsa Yahudi -yang telah mengetahui kebenaran namun sengaja menentangnya- digelari sebagai orang yang dimurkai 'al-maghdhubi 'alaihim'.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung anak sapi itu sebagai sesembahan (yaitu Yahudi) pasti akan menuai kemurkaan dari Rabb mereka.” (QS. al-A'raaf: 152).

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengucapkan apa-apa yang kamu tidak lakukan. Amat besar kemurkaan Allah karena kamu mengucapkan apa-apa yang tidak kamu lakukan.” (QS. ash-Shaff: 2-3)

Oleh sebab itu, Allah ta'ala menyifati orang-orang yang berilmu dengan rasa takut kepada-Nya, yang hal itu merupakan amalan yang paling utama. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28)

Sehingga ilmu tidak diukur semata-mata dengan banyaknya hafalan, luasnya pengetahuan, apalagi dengan tumpukan tulisan-tulisan! Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, “Ilmu bukanlah dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi hakekat ilmu itu adalah rasa takut.” Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu senantiasa dianggap bodoh selama belum beramal dengan ilmunya. Apabila dia telah mengamalkannya barulah dia benar-benar menjadi orang yang berilmu.”

Baik tidaknya orang di sisi Allah, bukan karena kecantikan dan kekayaan, namun karena keikhlasan dan ketaatan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan rupa dan harta kalian. Akan tetapi Dia memperhatikan hati dan amal kalian.” (HR. Muslim). Allah ta'ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 13).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik niscaya seluruh tubuh akan menjadi baik. Dan apabila ia rusak, niscaya seluruh tubuh pun menjadi rusak. Ketahuilah, ia adalah jantung.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Amal terbagi menjadi dua; amalan lahir dan amalan batin. Amalan lahir seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, menjalankan sholat, membayar zakat, berpuasa, dan menunaikan ibadah haji. Adapun amalan batin seperti; iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada para rasul, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada takdir. Hal itu sebagaimana telah diterangkan dalam hadits Jibril yang sangat terkenal itu.

Berdakwah

Setelah seorang hamba mengetahui kebenaran dan mengamalkannya semestinya dia juga mengajak orang lain untuk meniti jalan keselamatan bersama-sama. Dengan dakwah maka ia akan turut membantu menyempurnakan orang lain dengan mengingatkan mereka kepada perintah dan larangan Allah ta'ala.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan dasar ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan sama sekali aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman lelaki maupun perempuan, satu sama lain menjadi penolong, mereka memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar.” (QS. at-Taubah: 71)

Dakwah bukan semata-mata menukil perkataan atau membacakan keterangan-keterangan. Dakwah membutuhkan pemahaman terhadap kondisi orang yang didakwahi serta tata cara menyampaikan yang tepat kepadanya, setelah pemahaman tentang ilmu yang akan disampaikan itu sendiri.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Mu'adz, “Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka dakwahkanlah yang pertama kali kepada mereka supaya mereka mentauhidkan Allah...” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam berdakwah harus memperhatikan prioritas perkara terpenting sebelum perkara penting yang lain. Sedangkan perkara terpenting dalam agama ini yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap orang tanpa kecuali di segala kondisi adalah tauhid. Karena tauhid itulah hikmah penciptaan dan tujuan dakwah para rasul.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)

Bersabar

Seorang yang mempelajari ilmu, berusaha untuk mengamalkan dan mendakwahkannya tentu membutuhkan kesabaran. Karena ia akan menghadapi berbagai macam bentuk cobaan dan hambatan di tengah perjalanan. Apabila dia tidak sabar maka bisa jadi akan meninggalkan perintah, menerjang larangan atau menyikap musibah dengan tindakan-tindakan yang dilarang. Terlebih lagi bagi seorang da'i yang mengajak manusia ke jalan kebenaran, sabar adalah bekal yang harus dimilikinya.

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah didustakan para rasul sebelummu, kemudian mereka pun bersabar atas pendustaan itu dan ternyata mereka terus disakiti, sampai akhirnya datanglah kepada mereka pertolongan Kami.” (QS. al-An'am: 34)

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang berilmu, beramal, berdakwah, dan senantiasa menghiasi hidup dengan kesabaran. Wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.