Kamis, 05 April 2012

Ibadat atau Ibadah

Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat : 56). Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah dan berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin :61 Az Zukhruf :43). Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu. Itulah mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan suatu persoalan hidupnya sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara itu (Al Ahzab QS. 33:36) Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Arti kata ini adalah Perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama yang berupa segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya, baik berupa upacara dan atau ritual baik yang khusus maupun umum yang berhubungan dengan agama. “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.” Definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” (al ayat) Dari keterangan di atas kita bisa membagi ibadah menjadi tiga; ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian. Demikian kurang lebih kandungan keterangan Ibnul Qayyim yang dinukil oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan dalam Fathul Majid. Ta’abbud dan Muta’abbad bih Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut : Ta’abbud. Penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah ta’ala). Muta’abbad bihi. Yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir)”. Seperti contohnya sholat. Melaksanakan sholat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk ta’abbud (menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat di dalam rangkaian sholat itulah yang disebut muta’abbad bihi. Maka apabila disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara ibadah yang disyari’atkan (Al-Qaul Al- Mufid, I/7). Pengertian ibadah secara lengkap Dengan penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan secara lengkap sebagai : ‘Perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya.’ (Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 37). Oleh sebab itu orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap ajaran Islam. Macam-macam penghambaan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa penghambaan ada tiga macam : 1. Penghambaan umum, 2. Penghambaan khusus, 3. Penghambaan sangat khusus. Penghambaan umum adalah penghambaan terhadap sifat rububiyah Allah (berkuasa, mencipta, mengatur, dsb). Penghambaan ini meliputi semua makhluk. Penghambaan ini disebut juga ‘ubudiyah kauniyah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun di langit maupun di bumi melainkan pasti akan datang menemui Ar Rahman sebagai hamba” (QS. Maryam : 93). Sehingga orang-orang kafir pun termasuk hamba dalam kategori ini. Sedangkan penghambaan khusus ialah penghambaan berupa ketaatan secara umum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Ar Rahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati” (QS. Al Furqan : 63). Penghambaan ini meliputi semua orang yang beribadah kepada Allah dengan mengikuti syari’at-Nya) Adapun penghambaan sangat khusus ialah penghambaan para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Hal itu sebagaimana yang Allah firmankan tentang Nuh ‘alaihissalam (yang artinya), “Sesungguhnya dia adalah seorang hamba yang pandai bersyukur” (QS. Al Israa’ : 3). Allah juga berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan apabila kalian merasa ragu terhadap wahyu yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)…” (QS. Al Baqarah : 23). Begitu pula pujian Allah kepada para Rasul yang lain di dalam ayat-ayat yang lain. penghambaan jenis kedua dan ketiga ini bisa juga disebut ‘ubudiyah syar’iyah (Al-Qaul Al-Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 38-39). Di antara ketiga macam penghambaan ini, maka yang terpuji hanyalah yang kedua dan ketiga. Karena pada penghambaan yang pertama manusia tidak melakukannya dengan sebab perbuatannya. Walaupun peristiwa-peristiwa yang ada di dunia ini (nikmat, musibah, dsb) yang menimpanya bisa juga menyebabkan pujian dari Allah kepadanya. Misalnya saja ketika seseorang memperoleh kelapangan maka dia pun bersyukur. Atau apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar. Adapun penghambaan yang kedua dan ketiga jelas terpuji karena ia terjadi berdasarkan hasil pilihan hamba dan perbuatannya, bukan karena suatu sebab yang berada di luar kekuasaannya semacam datangnya musibah dan lain sebagainya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 38-39). Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.