Rejeki adalah bagian dari misteri kehidupan yang telah diatur dengan sedemikian rupa. Misteri ini tak kalah uniknya dengan misteri kematian maupun jodoh. Kadang, bisa dilogikakan. Tapi seringkali, tak bisa dijelaskan dengan nalar. Inilah yang menjelaskan, mengapa Allah berkali-kali mengatakan, bahwa Dia memberi rejeki kepada siapa yang dikehendakiNya, dan menahan rejeki untuk yang dikehendakiNya.
Hal lain yang menjadikan rejeki menjadi unik dan misterius, adalah proses sampainya rejeki kepada masing-masing kita. Dimana dari sekian banyak jenis rejeki ini, ada yang langsung diantarkan -tanpa usaha yang berarti-, ada juga yang harus dicari sedemikian rupa. Ada juga yang dikejar sedemikian semangat, tapi terlepas begitu saja.
Kehidupan, penglihatan, nafas dan semua yang melekat dalam diri kita adalah salah satu jenis rejeki yang datang, tanpa kita minta. Jika dirupiahkan, jumlahnya sungguh tak terkira. Bahkan, jika misalnya ada orang kaya raya yang ingin menukar satu mata kita dengan triliyunan rupiah, niscaya kita tak mungkin memberikannya. Pun dengan oksigen. Jika Allah memberikan tarif, entah berapa juta triliyun yang harus kita bayarkan untuk pengeluaran oksigen yang kita butuhkan setiap harinya.
Belum lama ini, seorang kawan berkisah. Dia adalah seorang pebisnis sederhana. Di dompetnya, hanya tersedia uang tunai antara 3 ribu sampai 300 ribu. Tidak lebih. Tapi jangan tanya berapa jumlah uang dalam rekeningnya.
Suatu hari, ia bertutur. Bahwa dalam perjalanan pulangnya dari urusan bisnis, ada pesan masuk di gadgetnya. Intinya, pengirim pesan ingin dicarikan mobil, lengkap dengan spesifikasinya. Tanpa pikir panjang, dijawablah pesan itu, “Insya Allah”. Dia melanjutkan perjalannya hingga sampai di rumahnya.
Sesampainya di rumah, dia langsung memarkir mobil, mandi dan berganti pakaian. Tak lama setelah itu, ada tamu yang datang. Tamu tersebut mengendarai mobil. Lantas dipersilahkan masuk. Setelah disuguhi minum dan obrolan ringan, didapatiah sebuah cerita, bahwa sang tamu ingin menjual mobil yang dikendarainya itu.
Keduanyapun langsung mendatangi mobil di halaman rumah. Sang pengusaha kaget bukan kepalang. Setelah melihat dengan seksama, ternyata, spesifikasi mobil yang ingin dijual oleh tamunya ini, sama dengan spesifikasi mobil yang dicari oleh temannya yang mengirim pesan ketika ia dalam perjalanan pulang tadi.
Tanpa berpikir panjang, akhirnya mobil tersebut langsung diambil, dan ditawarkan kepada calon pembeli keesokan harinya. Setelah harga disepakati, terjualah mobil tersebut. Sang pebisnis hanya menjadi perantara. Pembeli mendapatkan mobil sesuai dengan kehendaknya, sang penjual bisa mendapat uang dengan waktu yang cepat.
Dalam penuturannya, kawan ini berkalam, “Saya kadang juga heran. Ada orang yang bersusah payah mencari sesuap nasi. Tapi tidak denganku. Rejeki diantarkan begitu saja, padahal, dalam kasus ini, aku belum menghubungi siapapun.”
Lanjutnya, “Memang, Allah itu Maha Baik. Rejeki sudah ada jatahnya. Tinggal bagaimana kita menjemputnya. Yang terpenting, ibadah harus jalan terus. Silaturahim, dakwah, tilawah satu juz sehari, tahajud, dan seterusnya.”
Semoga kita tak akan pernah menyerah untuk berusaha. Karena, untuk layak diantarkan rejeki, langsung ke rumah kita, dibutuhkan riyadhah yang tidak ringan. Ingat, rejeki adalah kelayakan. Jika mengelola uang tiga ribu rupiah saja tidak becus, maka jangan berharap mendapat rejeki tiga milyar rupiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.