Senin, 31 Maret 2014

Menceritakan Hubungan Suami Istri


“Setelah aku mengkonsumsi jamu ini, aku jadi mengajak istriku beberapa kali setiap hari,” kata seorang suami di sebuah kantor. Kalimat-kalimat itu rupanya memancing bukan hanya lelaki lain, tetapi juga rekan wanitanya. Sambil sesekali diselingi tawa, mereka panjang lebar menceritakan hubungan dengan istrinya. Perbincangan semacam itu bukan hanya terjadi di sebuah kantor. Kadang secara tak sengaja kita mendengarkannya di kantor, di kantin, dan bahkan seiring pesatnya perkembangan media sosial, ada pula yang dengan bangga menceritakan ‘keperkasaannya’ atau seorang istri yang mengeluhkan kondisi suaminya di dinding facebook yang bisa dibaca oleh siapa saja. Agaknya, mereka yang gemar membicarakan atau menceritakan soal persenggamaan dengan suami tidak mengetahui tentang hukumnya. Dianggapnya hal tersebut biasa-biasa saja, bahkan mendatangkan kebanggaan tersendiri ketika dirinya dianggap hebat dalam urusan jima’ seperti itu. Pentingnya pembahasan hukum menceritakan hubungan suami istri ini, hampir setiap kitab fikih yang berbicara tentang pernikahan dan keluarga tak lupa pula membahasnya. Bahkan ada yang menempatkannya dalam sub bab tersendiri seperti pada Fikih Sunnah. Membicarakan atau menceritakan persengamaannya kepada orang lain pada dasarnya adalah haram. Para ulama’ mendasarkan keharaman hal tersebut dengan dua hadits berikut ini: إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di hari kiamat di sisi Allah adalah laki-laki yang menyetubuhi istrinya kemudian ia menceritakan rahasia istrinya” (HR. Muslim) مَجَالِسَكُمْ هَلْ مِنْكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ أَغْلَقَ بَابَهُ وَأَرْخَى سِتْرَهُ ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُحَدِّثُ فَيَقُولُ فَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا وَفَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا. فَسَكَتُوا فَأَقْبَلَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ هَلْ مِنْكُنَّ مَنْ تُحَدِّثُ. فَجَثَتْ فَتَاةٌ كَعَابٌ عَلَى إِحْدَى رُكْبَتَيْهَا وَتَطَاوَلَتْ لِيَرَاهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَيَسْمَعَ كَلاَمَهَا فَقَالَتْ إِى وَاللَّهِ إِنَّهُمْ لَيُحَدِّثُونَ وَإِنَّهُنَّ لَيُحَدِّثْنَ. فَقَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَا مَثَلُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ إِنَّ مَثَلَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مَثَلُ شَيْطَانٍ وَشَيْطَانَةٍ لَقِىَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهِ بِالسِّكَّةِ قَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ إِلَيْهِ “Duduklah! Apakah seorang diantara kalian jika menjima’ istrinya di dalam sebuah kamar tertutup kemudian ia keluar lalu menceritakan: ‘Aku telah berbuat dengan istriku begini dan aku telah berbuat dengan istriku begitu.’” Semua sahabat diam. Kemudian beliau menghadap kepada jamaah perempuan dan bersabda, “Adakah diantara kalian yang bercerita begitu?” Seorang anak gadis Ka’ab lalu berdiri dan menoleh ke sana ke mari agar Rasulullah dapat melihat dan mendengarnya. “Demi Allah, sesungguhnya kaum perempuan pun biasa bercerita begitu.” Rasulullah kemudian bersabda, “Adakah kalian tahu bagaimana perumpamaan orang yang berbuat demikian? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian seperti setan laki-laki dan setan perempuan. Dia menjima’ teman perempuannya sambil disaksikan banyak orang di tempat terbuka.” (HR. Ahmad) Jadi, jika seorang suami atau istri menceritakan kepada orang lain tentang persetubuhannya, dengan maksud membanggakan diri atau sekedar agar orang lain mengetahui, maka hukumnya adalah haram. Yang kedua, jika seorang suami atau istri menceritakan kepada orang lain tentang persetubuhannya dengan maksud mengeluhkan pasangannya atau membuka kelemahan/kekurangannya, maka hal ini juga haram. Yang ketiga, jika seorang suami atau istri menceritakan kelemahan/kekurangan suaminya kepada ahlinya (misalnya ulama yang mumpuni atau dokter spesialis andrologi) dengan maksud mendapatkan solusi, maka hal ini dibolehkan. Dengan syarat, tetap menjaga kerahasiaan agar orang lain tidak mengetahuinya. Sayyid Sabiq mencontohkan bahwa di zaman Rasulullah ada wanita muslimah yang mendatangi beliau. “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menggerakkan kemaluannya (suami saya) seperti menggerakkan kain,” kata muslimah tersebut. Wallahu a’lam bish shawab. [Abu Nida] sumber : http://www.bersamadakwah.com/2014/01/3-hukum-menceritakan-hubungan-suami.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.