Adapun rangkuman ilmu Filsafat, ada yang tercela dan tidak tercela. Yang membuat kafir penganutnya dan yang tidak. Yang termasuk bid‘ah dan yang tidak. Yang diambil kalangan filsuf dari ahli ilmu kalam. Yang diramu Filsuf dari ahli kalam untuk menutupi kebatilan mereka. Strategi manusia agar tidak menerima kebenaran yang bercampur dengan kebatilan. Dan strategi menghasilkan kebenaran murni yang lepas dari kepalsuan dan kesamaran. Setelah mendalami secara tuntas ilmu kalam, aku mulai mengkaji ilmu Filsafat.
Aku mempunyai keyakinan bahwa tidak akan terungkap kebusukkan suatu ilmu, kecuali oleh orang yang sudah mendalaminya hingga sampai ke akar dasarnya. Sehingga ia mampu menyamai para pakar yang paling pintar dalam bidang ilmu tesebut, bahkan melebihi dan melampaui kemampuannya. Lalu ia mampu menelaah apa yang tidak bisa ditelaah oleh kalangan akademisi ilmu tersebut.
Dalam kondisi seperti itulah, kebusukkan yang ia duga pada sebelumnya merupakan suatu kenyataan. Namun sayangnya, tidak kulihat -sementara ini- adanya seorang ulama yang memberikan pengertian yang mendalam dan mengkaji pada hal tersebut.
Dan tidak ada dalam karya ilmiah kalangan ahli kalam, sebuah usaha yang menunjukan bantahan mereka pada pemikiran para Filsuf. Kecuali hanya beberapa ulasan yang rumit, terpisah-pisah, bertentangan, dan salah. Yang tidak akan dikira oleh kalangan orang awam sebagai sesuatu yang berasal dari kelompok orang yang mengaku diri mereka sebagai orang-orang yang mengkaji hakikat segala perkara.
Dari sini aku tersadarkan bahwa membantah sebuah pendapat sebelum mendalami dan menelaah kedalaman isinya terlebih dahulu, hanya akan seperti memanah di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, aku pun mencurahkan segala usaha dan jerih payah untuk mendalami dan menelaah ilmu tersebut dari karya para Filsuf, tanpa bantuan seorang guru. Aku melakukan hal tersebut pada saat-saat luangku di sela-sela kesibukan mengarang dan mengajar, dimana kala itu aku harus mengajar 300 santri di Baghdad.
Akhirnya, Allah menunjukan kepadaku -dengan usaha penelaahan di waktu-waktu senggang- pada puncak ilmu-ilmu mereka dalam waktu kurang dari dua tahun. Baru setelah faham, aku kemudian memikirkannya secara intensif selama kurang lebih satu tahun. Aku mengulang-ulangi dan menyelidiki jeram demi jeram kedalamannya sehingga akhirnya aku menemukan celah-celah tipuan dan kesalahan, serta realitas dan ilusi dalam disiplin ilmu tersebut sebagai sebuah hasil belajar dan penemuan yang tidak kuragukan lagi.
Maka, perhatikanlah sekarang kisah pengungkapan ilmu-ilmu mereka. Aku menyaksikan mereka terbagi dalam beberapa golongan dan ilmu mereka pun terbelah menjadi beberapa klasifikasi. Namun, mereka semua pantas di cap sebagai orang yang telah kafir dan menyimpang, meski ada perbedaan jarak yang besar antara angkatan lama dan baru, serta angkatan terakhir dan pemula, dalam segi jauh dan dekatnya mereka dalam segi kebenaran.
KLASIFIKASI FILSUF DAN TANDA KEKUFURAN MEREKA
Ketahuilah Meskipun terdapat banyak sekte dan mazhab dikalangan para filsuf, mereka dapat dibagi ke dalam tiga kelompok:
Pertama
Kelompok ad-Dahriyyun. Mereka adalah sekelompok filsuf angkatan pertama yang mengingkari Sang Pencipta, Sang Maha mengetahui . Mereka berpendapat bahwa dunia ada dengan sendirinya tanpa keterlibatan Pencipta. Binatang berasal dari sperma. Seperma binatang ada dalam tubuh mereka dengan sendirinya. Dan begitulah seterusnya. Mereka ini merupakan kaum zindiq.
Kedua,
Kelompok Tabi‘iyyun (KOSMOLOGI). Mereka adalah kalangan filsuf yang intensif melakukan pengkajian dan pEenelitian tentang dunia kosmos, serta keajaiban-keajaiban hewan dan tetumbuhan. Mereka juga banyak berkecimpung membedah dan mengamati anggota-anggota tubuh binatang. Dengan begitu mereka menyaksikan keajaiban Allah Swt. dan keindahan hikmah-Nya yang selanjutnya memaksa mereka harus mengakui adanya Sang Maha Kuasa dan Sang Maha Bijaksana, Yang mengetahui segala seluk-beluk segala sesuatu dan tujuan-tujuannya. Memang orang yang meneliti anatomi tubuh dan keajaiban fungsi anggota-anggota tubuh akan mendapatkan ‘ilm ad-daruri pada kesempurnaan rekayasa Sang Penyusun kontruksi hewan, lebih-lebih struktur tubuh manusia.
Hanya saja, karena sering banyaknya meneliti alam, timbul dalam diri mereka –dengan tujuan untuk menyeimbangkan rumusan komposisi organic- pengaruh yang besar dalam dalam memandang factor-faktor kekuatan binatang, maka mereka menduga bahwa daya rasional manusia pun mengikuti komposisi organiknya juga. Tidak akan ada daya rasional manusia, jika komposisi organiknya tidak sempurna.
Dengan demikian – menurut sangkaan mereka- ketika komposisi-komposisi organiknya sudah hilang, maka tidak mungkin untuk terkembalikannya sesuatu yang sudah sirna. Sehingga mereka berpendapat bahwa jiwa itu akan mati dan tidak bisa dihidupkan kembali. Oleh karena itu, mereka mengingkari adanya Akhirat, Surga, Neraka, apel akbar di akhirat (mahsyar) dan pemberian catatan amal Hari kiamat, dan penghitungan (hisab). Bagi mereka, ketaatan tidak akan memberi pahala, begitu juga maksiat tidak memiliki konsekuensi siksa.
Oleh karena itu, kendali nafsu mereka lepas, sehingga mereka memuaskan segala keinginannya layaknya binatang.
Kelompok ini juga bisa digolongkan ke dalam golongan zindiq, karena mereka mengingkari hari kiamat meskipun mengimani Allah dengan segala sifat-Nya. Padahal titik pusat keimanan adalah percaya pada Allah dan hari kiamat.
Ketiga
Kelompok Ilahiyyun (teis). Mereka adalah kalangan Filsuf generasi terakhir seperti Socrates dimana ia adalah guru dari Plato, dan Plato guru dari Aristotales. Aristotales-lah yang menyusun logika mereka dan mengkodifikasi ilmu-ilmu mereka, serta menuliskan hal-hal yang belum ditulis sebelumnya. Maka menjadi matanglah ilmu-ilmu mereka yang sebelumnya masih mentah.
Secara umum, kelompok ini membantah kedua kelompok di atas yaitu kaum dahriyyah dan tabi’iyyun, serta membeberkan kesalahan-kesalahan mereka sehingga lawan-lawan mereka tidak perlu lagi memerangi mereka. Aristoteles bahkan melakukan counter produktif atas Sokrates dan Plato, serta Filsuf-filsuf teis sebelumnya sebagai bentuk counter yang melepaskan dirinya dari mereka semua.
Meski begitu, kalangan filsuf Ilahiyyin tetap menyimpan sisa-sisa kekafiran dan bid‘ah mereka yang tidak bisa dicabut lagi. Sehingga mereka semua wajib dikafirkan, begitu juga dengan para pengikut mereka dari kalangan filsuf Islam seperti Ibn Sina dan al-Farabi.
Tidak ada satu pun filsuf Islam yang telah berusaha secara maksimal dalam mentransformasikan ilmu Aristotales, setaraf yang telah dilakukan oleh keduanya. Bahkan transsformasi ilmu yang telah dilakukan oleh selain keduanya terkesan rancu dan mengaburkan hati para pengkajinya, sehingga malah tidak bisa difahami.
Lalu bagaimana sesuatu yang tidak bisa difahami bisa dibantah atau diterima?.
Secara global, khasanah filsafat Aristoteles yang sahih menurut kami, sebatas nukilan kedua filsuf di atas, terangkum dalam tiga bagian:
1-Bagian yang harus dikafirkan
2-Bagian yang wajib dibid‘ahkan
3-Bagian yang sebenarnya tidak wajib diingkari.
bersambung..........
http://bukusufigratis.wordpress.com/menghindari-kesesatan-hidup-beragama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.