Sabtu, 18 Februari 2012

Aku Bukan Pangeran Berkuda Putih

Sebening prasangka, sesuci tali ukhuwah dan semurni madu kehidupan. Aku coba sandarkan semua keinginan pada kehendak Ilahi. Ku pasrahkan segenap jiwa dan raga demi sebuah bakti tak berujung hingga ajal menjemput. Mengiring setiap desah nafas dan denyut jantungku, sebuah lantunan syukur penuh keagungan akan kebesaran kuasa-Nya. Kuncup bunga itu semakin mekar, terlihat kian merekah menunjukan pesonanya. Begitu indah nan sedap dipandang mata dan sejuk dilihat dengan mata hati. Paduan warna kuncupnya terlihat serasi dengan rona kehidupan. Harumnya memikat semua kumbang yang melintas tak sengaja kala itu. Terlihat menunduk, malu dan begitu menjaga agar sang kumbang tak mendekatinya. Sempurna sebagai seorang wanita, para lelaki menilainya. Kelembutan akhlak yang dibalut dengan kedekatan pada Rabbnya menjadi pesona setiap mata yang terjaga dan setiap hati yang tertata. Parasnya senantiasa merekah karena terjaga basuhan air wudlu ditiap waktu. Sementara lisannya begitu terjaga dari setiap kata yang tak mengandung hikmah. Maha Suci Engkau ya Rabb, yang menciptakan bidadari dunia wanita shalihah. Perhiasan terindah bagi seorang laki-laki yang terkadang penuh dengan kekurangan. Mutiara kehidupan nan berkilau yang bisa membawa setiap anak cucu adam semakin cinta dan taat dengn Rabbnya. Wahai bidadari dunia, ijinkan aku menjadi pangeran berkuda putih yang kau nanti. Sosok laki-laki yang kau pinta dalam setiap untaian doa-doamu. Sosok Imam yang kau tunggu untuk menjadi nahkodamu dalam bahtera kehidupan. Sosok sahabat yang kau nanti untuk selalu berbagi. Sosok kekasih yang kau tunggu untuk senantiasa menyayangi dan sosok ayah yang akan menjadi tauladan bai buah hatimu. Mungkin aku tarlampau percaya diri dan optimis. Bagai punduk merindukan bulan ataupun mimpi disiang bolong yang semuanya menunjukan kesia-siaan. Tak ada jalan budak mempersunting tuannya atapun rakyat menikahi puteri raja. Namun diri ini percaya, ketika Allah menurunkan rasa ini, pasti ada hikmah di dalamnya. Entah aku sedang diajarkan untuk intropeksi diri dan berbenah agar menjadi pantas. Atau aku sedang diuji kadar keimanan yang sampai saat ini masih begitu dangkal. Bidadari dunia, aku hanya bisa merasa dan menyukuri rasa itu masih ada. Aku tak berharap banyak tentang rasa ini, karena memang aku tak mampu berbuat apa-apa. Malu terlampau malu ketika engkau tahu akan rasa ini. Tak pantas terlampau tak pantas ketika mereka sampai tahu. Aku pun sadar diri, sadar siapa aku, siapa dikau dan perbedaan diantara kau dan aku. Kesadaran itulah yang meyakinkan diri ini bahwa aku bukan pangeran berkuda putih. Bukan sosok laki-laki, bukan sosok imam, sahabat dan kekasih yang layak bersanding dengannya. Biarlah aku hidup dalam duniaku yang sempit dan dia hidup dalam dunianya yang penuh pesona. ..... Dalam diamku Kucoba goreskan setitik cerita dibalik rasa Rasa yang sulit untuk aku terjemahkan Rasa yang membuat dada ini sesak menahan gejolaknya ..... Dalam renunganku Ku coba temukan jawaban itu Jawaban yang membuatku dapat memahaminya Karena rasa ini begitu sulit kutolak dan kubendung ..... Hanya dengan memahaminya aku bisa menempatkan diri Menempatkan diriku sebagaimana mestinya Sebagai kawan dan sahabat dalam hari-harinya Sebagai saudara yang senantiasa mengingatkan dalam ketakwaan ..... Biarlah bidadari itu hidup dengan dunianya Begitu pula dengan aku hidup dalam duniaku Biarlah ikatan keimanan ini yang tetap menjadi jembatan dunianya dan duniaku Biarlah Allah SWT yang akan menentukan akhirnya ..... Sebuah akhir yang aku yakini pasti bahagia Sebuah akhir yang menjadi cerminan setiap proses yang dilaluinya Sebuah akhir yang akan menentukan semuanya Dimana aku mencintaimu karena tintah Rabbku By. Rief_fatih, mutiara kehidupan, 17 februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.