Suatu hari, Rasulullah saw bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika bercengkrama dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui menemui Abu Bakar dan langsung mencela Abu Bakar. Makian, kata-kata kotor keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tidak menghiraukannya. Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum.
Kemdian, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar. Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, Abu Bakar tetap membiarkan orang tersebut. Rasulullah kembali memberikan senyum.
Semakin marahlah orang Arab Badui tersebut. Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan. Kali ini, selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui tersebut dengan makian pula. Terjadilah perang mulut. Seketika itu, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.
Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah. Kemudian Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah Anda biarkan aku dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku!”
Rasulullah menjawab, “Sewaktu ada seorang Arab Badui datang lalu mencelamu, dan engkau tidak menanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan ALLAH. Begitu pun yang kedua kali, ketika ia mencelamu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh sebab itu, aku tersenyum. Namun, ketika kali ketiga ia mencelamu dan engkau menanggapinya, dan engakau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu. Hadirlah iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepadanya.”
Suatu hari -setelah Rasulullah saw. wafat-, Abu Bakar mendatangi seorang pengemis Yahudi buta dan memberikan makanan kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis berteriak, “Siapakah kamu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa datang.”
“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” jawab si pengemis buta itu. “Orang yang biasa mendatangku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut sehingga aku tidak sulit mengunyahnya.”
Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata dengan pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw.”
Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini, aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.” Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar.
Demikian Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk bersabar menahan amarah, dengan tidak membalas keburukan dengan hal-hal yang buruk pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.