Kita bukanlah pribadi yang kosong. Pribadi yang menjelma sebatas struktur gumpalan daging dan kerangka tulang dibungkus kulit yang indah dan menarik. Memang tubuh kita indah, sedap dilihat, elok rupa dan parasnya. Disebutnyalah kita sebagai makhluk yang paling ahsan al-tqwim dalam penampilan jasadiyah. Itulah anugerah perangkat keras (hardware) dari Allah dalam kejadian sebagai makhluk paling mulia.
Efektifitas kemuliaan perangkat keras kita berupa penampilan fisik itu, sesungguhnya hanya sementara. Ia hanya bertahan menawan pada saat usia kita muda, sehat dan bugar. Lambat laun, semuanya akan jatuh pada keadaan sebaliknya (ardzalil umur) karena dimakan usia dan kepayahan mempertahankan kebugaran yang menurun drastis.
Pada saatnya nanti, kita akan merasakan pandangan dan pendengaran yang mengabur. Gigi-gigi yang mulai goyah dan tanggal. Daya ingat dan keseimbangan yang melemah. Kulit yang mulai kendur, keriput dan rentan dengan jamur. Serta tulang-tulang yang tak lagi kokoh menopang berat tubuh sehingga berakhir dengan kebungkukan. Bungkuk, ringkih, tua dan rapuh.
Jasad fisik kita tidak boleh dibiarkan kosong tanpa nilai tetapi harus diberi muatan yang menyempurnakan elok rupanya. Muatan itu semisal perangkat lunak (software) yang menjadikan aura kemulian kita menghiasai kita lahir dan batin. Maka menjadilah kita seorang manusia yang elok rupa luar dan dalam.
Software yang diperlukan untuk menjadikan diri kita cantik lahir batin adalah al-Islam, al-Iman dan al-Ihsan. Software ini harus diinstall masuk ke hati, otak dan seluruh jaringan tubuh sehingga dapat secara otomatis diaktifkan dalam seluruh perangkat kerja hidup kita. Iman dan Islam hanya perlu install ulang, sebab kita sudah melakukannya jauh sebelum kita lahir. Sementara software al-Ihsan merupakan perangkat baru setelah kita menjadi mukallaf yang membuat tampilan Iman dan Islam kita semakin memukau.
Jika manusia seperti kita tidak melakukan reinstall tiga perangkat lunak tadi, maka kita tidak lebih hanyalah kulit, daging dan tulang belulang belaka. Kita akan mudah “hang”. Seolah tidak siap menjalani hidup. Sebab perkiraan hidup hanyalah sebatas perangkat keras. Hidup tidak lain adalah pusaran kesenangan dengan tampilan yang serba cantik. Hidup adalah pesta nyanyian dan hiburan yang melenakan. Seolah program hidup hanya sebatas dunia dalam jangka yang sangat pendek usianya. Maka suatu saat kita justeru menjadi asing dengan diri kita sendiri. Kita gagal menjangkau apa arti hidup dan kehidupan sesungguhnya.
Saat ini manusia-manusia “hang” di tengah jalan hidupnya sudah tak terhitung. Bahkan di tengah dunia yang semakin canggih, digital dan modern. Semakin hari semakin bertambah panjang daftar mereka dangan varian yang semakin memilukan. Bunuh diri, membunuh, seks bebas (perkosaan, pronografi, prostitusi, perzinahan, homo seks dan lesbian), drugs, mafia hukum dan peradilan, kejahatan kerah putih, korupsi, aksi-aksi kekerasan, perdukunan dan sebagianya. Pendek kata, perilaku kejahatan menunjukkan bahwa manusia itu tengah kehilangan orientasi hidup sebab perangkat lunaknya kosong dan dibiarkan “hang”.
Manusia “hang” menganggap zina menjadi asyik baginya, kalau perlu dipertontonkan di muka anak-anak yang belum balig di layar handphone mereka. Masa bodo dengan suami atau isteri dan anak-anakanya. Masa bodo dengan ibu dan bapaknya. Masa bodo dengan mertuanya. Yang penting syahwatnya terpuaskan dan nafsu binalnya dilepaskan. Panjang, dan teramat panjang untuk disebutkan.
Manusia “hang” adalah manusia tanpa software akhlak dan akal budi. Manusia yang tidak mengerti rahman dan rahim, patut tidak-patut, halal-haram, haq dan bathil atau baik dan buruk. Bagi mereka, baik adalah yang dapat memenuhi kesenangan belaka. Sementara, buruk adalah segala instrumen yang menghalangi dan mengatur nafsu mereka harus begini harus begitu. Sampai nanti maut mengetuk di pintu kesadaran, mereka tetap begitu kecuali hidayah Allah direngkuhnya kembali sebelum kematian datang menjelang. Jika tidak, barulah mereka menyadari bahwa dirinya sebenarnya “hang” yang terlalu panjang. Seperti Fir’aun yang begitu angkuhnya mengaku diri sebagai “tuhan”. Tetapi berikrar iman dan bersyahadat saat nyawanya terpojok di tenggorokan di laut Merah. Terlambat. Fir’aun terlambat menginstall software hidupnya.
Iman, Islam dan Ihsan adalah program yang menampilkan berbagai informasi. Informasi tentang keesaan Tuhan, kenabian, berita ghaib dan pedoman kebahagiaan hidup. Informasi tentang kefanaan dunia dan kebaqaan akhirat. Informasi bahwa akan ada kematian dan hidup di alam kubur. Akan datang hari pengadilan yang memutuskan manusia akan ke neraka atau ke surga kelak akhirnya.
Ihsan bukan sekedar software yang membuat diri kita selalu merasa diawasi oleh Allah kapan saja dan di mana saja. Sehingga kita akan merasa malu lahir batin bila ada rasa ingin berjudi, mencuri, berselingkuh berzina, mabuk dan segala perilaku durhaka kepada-Nya. Tetapi ihsan adalah perangkat lunak yang mengajarkan aktivasi kerendahan hati, menyayangi yang lemah, mengasihi sesama dan menebarkan kasih sayang di alam semesta. Bahkan software ihsan mengajarkan kesantunan tanpa batas sampai kepada seekor kucing dan anjing sekali pun. Di sinilah akhlak Rasulullah menjadi sangat hidup setelah sebelumnya beliau menyatakan ” ... bu’itstu li utammima makaarima al-akhlaak”.
Menjadi manusia “hang” adalah manusia tanpa ihsan, tanpa akhlak dan akal budi. Manusia yang hati dan perasaannya tidak terkoneksi dengan perilaku terpuji. Ibadahanya tidak terkoneksi dengan kesalehan sosial dan tauhidnya tidak terkoneksi kecuali hanya sebatas keyakinan saja. Bisa jadi ia melaksanakan perintah, tetapi tidak menjauhi larangan. Bisa jadi larangan ia jauhi, tetapi perintah-Nya diabaikan. Atau perintah dan larangan keduanya diakomodir bersamaan. Sehingga lahirlah istilah STMJ alias ”salat terus, maksiat jalan”.
Manusia tanpa software ihsan kebanyakan berhati batu, berlidah pahit dan dersikap kaku serta rigid. Manusia yang menilai segala kebaikan dengan sebelah mata meskipun untuk dirinya. Dan melihat kesalahan kecil orang lain berarti hukuman dan pembalasan dendam.
Dalam keseharian, manusia ”hank’ model ini bisa hadir sampai ke ruang dapur. Mereka yang tega menyiram kucing dengan air panas. Atau memukulnya dengan sapu hingga pincang. Menyambitnya dengan batu hingga menggelepar. Padahal hanya persoalan kepala ikan tongkol atau sepotong daging sisa makan malam yang dicurinya di meja hidangan.
Mengapa terjadi kucing dimusuhi? Berapa harga satu kepala Tongkol di banding penderitaan Kucing yang melepuh kulitnya? Atau ia harus kehilangan kebebasan berjalan sebab sebelah kakinya patah oleh beringasnya seikat sapu? Biasanya hal itu hanya sanggup dilakukan oleh orang yang “hang”.
Lain hal bagi orang yang sudah terkoneksi dengan software ihsan. Kucing adalah makhluk Tuhan yang berhak atas rahmat dan kasih sayang. Kucing berhak diperlakukan dengan santun. Memperlakukan kucing secara zalim, sama saja menceburkan diri ke neraka. Riwayat yang sangat populer sampai kepada kita sebagaimana dituturkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam konteks ini.
Abdullah bin Umar r.a meriwayatkan bahwa Rasullah SAW bersabda : “Seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dipenjara (dikurung) nya hingga kucing tersebut mati dan wanita itu pun masuk neraka, wanita tersebut tidak memberinya makan dan minum saat dia memenjarakan (mengurung) nya dan tidak membiarkannya untuk memakan buruannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Alangkah hinanya manusia jika harus masuk neraka hanya karena gara-gara menyiksa seekor kucing, mengikatnya dan tidak memberinya makan sampai mati. Lalu di zaman ini, masih tersisa manusia yang enggan berlaku santun kepada kucing demi mempertahankan sepotong kepala Tongkol. Ironis, demi satu kepala Tongkol ia tidak mengindahkan hak makhluk Tuhan dan melupakan panasnya siksa neraka.
Alangkah bahagianya hidup berlaku santun meski kepada seekor Kucing. Alangkah bahagianya jika software ihsan terinstall baik. Andaikata pun sepotong ikannya dilahap Kucing, manusia ihsan masih bisa mereview pesan Rasulullah yang lain :Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.”(HR. Imam Muslim).
Sebagaimana manusia sempurna, kita memang ahsanu taqwim. Namun ”gelar” mentereng itu akan redup cahayanya apabila tidak terkoneksi dengan ahsanu qaulan dan ahsanu ’amalan dalam jaringan ihsan.
“ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (terjemh QS. At tiin [95] : 4-6).
Jangan pernah menjadi manusia hang. Menjadilah manusia ishan.
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.