Oleh : Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman
Wanita Shalihah (isteri shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap khadra’uddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk.
BANYAK wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada tujuan yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh seorang wanita mengharuskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, berbatu, naik bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup para pemimpin wanita ahli surga, yaitu sebaik-baik wa-nita sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini.
“Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari Muslim).
Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki yang sempurna banyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti keutamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya.” (HR. Bukhari).
Nabi Saw bersabda: “Fatimah adalah pemimpin wanita ahli surga”. (HR. Bukhari)
Kesemua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai sebaik-baik wanita ahli surga (Mar-yam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan Fatimah) adalah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan tantangan.
Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan keluarga, masyarakat dan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Namun mereka tidak bergeming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Apakah ciri dan karakter yang dimiliki dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, sehingga dengan tegar bertahan dari segala amuk duniawi, dan mendapatkan gelar mulia sebagai wanita/istri shalihah? Secara umum dijelaskan di dalam al-Qur’an, Allah Swt berfirman:|
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Qs. An Nisaa’ 4: 34)
Inilah ayat yang menerangkan secara terperinci tentang ihwal kaum wanita dalam ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah kepemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wanita: yang shalihah dan yang tidak shalihah.
Lalu ciri wanita shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma’ruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.
Ats-Tsauri dan Qatadah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hatimu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4: 34).
Syeikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berkenaan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia suaminya kepada siapa-pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya karena ingin mencari solusi keruwetan rumah tangga.
Secara syar’i, yang juga bisa dikategorikan da-lam hal ini adalah keha-rusan merahasiakan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan intim suami istri, termasuk di dalamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti khadrau’ud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya.
Apatah lagi bila sampai ke bentuk-bentuk perilaku yang mereka laksanakan sebagai pasangan suami isteri yang tidak layak didengar oleh selain mereka. Selain itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh Al-Qur’an di atas, merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam: menghentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa difahami rahasianya oleh mereka yang berhati lembut.
Kaum wanita memang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian bisa menerobos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung mereka memiliki nadi-nadi peka yang segera memompakan darah ke raut wajah mereka manakala menerima rangsangan.
Maka tidak dibenarkan menghubungkan langsung kalimat hifzhul ghaib (menjaga harta dan kehormatan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagai-mana Allah menjaga diri-nya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia diri yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas memalingkan seseorang untuk berfikir secara berkepanjangan tentang hal-hal yang berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal yang tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza wajalla.
Penghormatan yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut di atas, di-maksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor, pan-dangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat sua-mi mereka tidak berada di rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah, rumah indah atau beberapa kerat roti.
Jadi, wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehormatan dirinya ketika suaminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka. Itulah yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab seorang wanita yang sha-lihah akan selalu mendapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang mereka miliki me-nyebabkan mereka bisa menjadi wanita-wanita yang terpelihara dari sifat khianat dan mampu men-jaga amanat.
Oleh karena itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat di atas adalah mereka yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak mem-perturutkan hawa nafsu-nya dalam hidup harian-nya. Apabila dikaitkan arti ayat yang disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita masa kini yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau rumah tangga orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta dan kehormatan dirinya mana-kala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk dalam koridor wanita shalihah.
Jangan seperti khad-rau’uddiman, seperti yang sering ditayangkan infotai-ment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan bah-wa isteri yang shalihah mempunyai karakter se-bagai berikut:
1. Menaati Allah dan Rasul Nya
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan imannya. Yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya selama-lamanya. Allah Swt. berfirman:|
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan – ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa’, 4: 13)
Firman Allah lagi: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rosul-NYA, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisaa’, 4: 69)
Abu Hurairah ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan (tidak mau). Para sahabat bertanya: Siapa-kah yang enggan itu wahai Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta’at kepadaku (mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga.” (HR Bukhari)
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan sebenar-benarnya.
2. Menaati Suami
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan dipersilahkan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasanya Asma datang kepada Nabi dan berkata: Sesung-guhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka berkata dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, se-sungguhnya Allah telah mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal kamilah yang me-nunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah.
Dan apabila mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-eka dan kamilah yang memelihara anak-anak me-reka, maka apakah kami tidak mendapatkan bagian pahala mereka wahai Rasulullah? Maka ber-palinglah Rasulullah ke-pada para sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi kamu sudah mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan ten-ang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda: Pergilah engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai (pahala) amalan laki-laki yang engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil dan bertakbir karena gembiranya dengan apa yang diucapkan Rasulullah kepadanya. (Al Istii’aab, Ibnu ‘Abd al Bar)
Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita berkata:“Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah menjawab, Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksana-kannya.” (HR al Bazzar)
3. Melayani Suami
Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baiknya. Maka jika taat kepada suami dan pandai melayaninya, hal itu merupakan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-tiap isteri yang mati diridhai oleh suaminya, maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu’adz di-utus ke Yaman atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka tatkala ia da-tang kepada Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh meme-rintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sungguh akan kuperintahkan isteri bersujud kepada suami-nya dan seorang isteri belum dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan ke-wajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya) memerlu-kannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh me-nolaknya. (HR Ahmad)
4. Menjaga Kehormatan Diri
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan karakteristik seperti ini berarti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.
Dari Abu Umamah ra, dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang ia dapat menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggal bepergian (oleh suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal kehormatan dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)
Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: “Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang tidak menjerumuskan suaminya dan merusakkan harta bendanya.” (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Wanita paling baik ada-lah wanita (isteri) yang apabila engkau meman-dangnya menggembirakanmu, apabila engkau menyuruhnya dia pun menaati, dan apabila engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud. Derajat hadits oleh al Hakim dinyatakan shahih).
Semoga para akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayak-kannya mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi partner dalam perjuangan fi sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama suami yang dicintainya. Amien Ya Rabbal Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.