Seorang akhwat tertunduk malu. Ia merenungi dirinya yang kini sedang merasakan hal yang tidak biasa di hatinya. Terutama bila ia mendengar namanya, atau teringat wajahnya, atau hanya sekadar terlintas tentang dirinya. Ia sebenarnya menduga-duga, apakah ini sebuah rasa yang selama ini ditolaknya? Selama ini memang ia dikenal makhluk tanpa cinta. Sikapnya keras, tegas dan tanpa ampun bila berhadapan dengan sosok bernama pria. Ia bahkan relatif 'bengis' bila harus membicarakan sosok berjenggot dan berkopiah itu. Baginya, pria hanya perlu dibicarakan bila nanti sudah akan menikah. Karena kini ia masih sendiri, maka tak perlu membahasnya terlalu dini.
Namun, tidak diduga, tidak pula dinyana. Perasaan itu menyerang tiba-tiba. Ia tidak mengundangnya, tapi seolah hatinya tidak bisa menolaknya. Semakin ia tolak, semakin gencar perasaan itu menyerang. Awalnya padahal hanya soal-soal sederhana. Soal dia yang selalu menghubungi dengan kata manis dan nasihat agamis. Soal dia yang selama ini selalu memberi komentar dalam setiap status facebooknya. Soal dia yang selalu bertanya kabar kepada temannya, saat si akhwat tidak hadir di rapat kerja. Pfffhh…awal-awal yang sederhana itu secara kompak dan meyakinkan telah membuat hatinya gundah gulana.
Tak cukup itu, wajah si pria yang selama ini ia hindari, ternyata justru nempel di hati tak mau pergi. Terbayang senyumnya, terbayang suara tawanya, dan mungkin terbayang cara dia bicara dan sikap biasanya itu. Semua bayangan itu menteror diri setiap hari, setiap jam dan setiap detik menghampiri.
Segala vitamin, suplemen hati dan beraneka cara antisipasi sudah dilakukan. Kajian, taklim, bedah buku, konsultasi sudah dilakukan. Tapi hasilnya nihil. Semua itu tidak mempan. Hanya karena dia pernah sekali memberi kesempatan. Hanya karena dia pernah sesekali memberinya peluang dan harapan. Namun ternyata tindakan yang sesekali itu berakibat fatal. Hatinya tertawan, pikirannya terbelenggu oleh makhluk berjenis kelamin ikhwan.
Oh, kepada siapa kini mengadu. Saat hati bertalu-talu pilu. Konsentrasi buyar pecah mengambang. Pandangan kabur, tak setajam ingatan akan dia. Gundah, gelisah, dan resah dan takut. Takut kehilangan, takut ini sebuah kesalahan, tapi tak tahu harus bagaimana menyudahi segalanya.
Sebenarnya sederhana saja, obat cinta adalah menghilangkan penyebabnya. Kalau penyebabnya si pria yang berwajah tak berdosa itu, maka dia harus dihilangkan dari dirinya. Dijauhkan bayangannya, dihindari pertemuan dengannya, dan dikurangi intensitas interaksi dengan si dia. Apakah itu saja cukup?
Bisa iya, bisa juga tidak. Kalau memang rasa itu baru sebatas simpatik dan naksir belaka, maka boleh jadi semua itu akan kembali normal. Apalagi bila kemudian kita tahu kelemahan dan kecatatan akhlaknya. Kita akan segera sadar bahwa cinta kita telah terbelah. Cinta Allah berkurang, dan beralih kepada si pria yang bercambang.
Tapi bila cinta itu sudah cinta sejati hingga ke dasar hati. Maka penyelesaiannya bisa sangat panjang. Obatnya bisa sangat mahal. Kalau tidak segera dinikahkan, maka akan menjadi penyesalan yang sangat berat di angan. Akan dibawa hingga ke kehidupan di masa depan. Meski tidak memiliki, namun bayangan dia akan selalu menghampiri. Nah, inilah yang selama ini kita khawatirkan.
Inilah CBSA, Cinta Bersemi Sesama Aktivis. Cinta yang selama ini mungkin sebaiknya tidak terjadi sporadis. Terjadi hanya karena kedekatan yang berlebihan, komunikasi yang terlalu sering, dan godaan-godaan yang melenakan. Seharusnya aktivis lebih giat bekerja untuk islam. Tetapi ternyata ujian lawan jenis sudah terbukti ampuh mengkandaskan niat mulia mereka. Fokus mereka berubah, dari umat menjadi akhwat. Dari masyarakat menjadi sebatas mencari pendamping dunia akhirat.
Tulisan ini hanya sekadar introspeksi untuk hati. Setelah sekian lama kita tidak menggubris soal hal ini. Sudah saatnya gerakan islam bangkit dari diri yang selalu berevaluasi. Mungkin pernah sekali, atau dua kali atau bahkan tiga kali kamu merasakan jenis cinta ini. Namun setelah membaca tulisan ini, plis...jangan dilanjutkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.