Kata-kata ini saya dapat dari saudara saya ketika berkunjung ke Magelang. Padahal hanya 3 jam beliau ngobrol bersama kami, tapi beliau lebih memilih menghabiskan kurang lebih 2 jam untuk menasihati saya. Mungkin pikir beliau, masa seperti saya adalah masa yang rawan kecelakaan.
Dari perkataannya yang panjang lebar, saya rasa ada satu kalimat yang perlu saya bagi untuk anda pembaca semua. “Jangan seperti lalat..!” Itu yang menarik.
Memang, saya lebih senang membaca cerita perjuangan seseorang dari pada harus membaca buku yang banyak mengungkap teori dan mengemukakannya panjang lebar, apalagi cuma teori yang membual dan menjenuhkan. Seperti halnya yang saya dengar dari pakde saya ini, beliau menceritakan perjuangannya mencapai pelita nan cemerlang.
Singkat cerita, beliau adalah alumnus pesantren tapi berhasil menyandang gelar Dokter. Perjuangan demi perjuangan beliau tempuh untuk mencapai impiannya. Beliau berkisah dahulu pernah memimpikan menjadi seorang penemu. Ya, seorang penemu. Layaknya Thomas Alfa Edison, atau Michael Faraday atau yang lainnya. Namun setelah sekian lama berpikir beliau hanyalah menemui kebuntuan. beliau bahkan berpikir, sampai peniti pun sudah ada yang menemukan. Lalu apa yang akan ditemukannya?.
Setelah memimpikan sesuatu yang beliau rasa kurang pas, beliau memutuskan untuk banting setir. Menjadi seorang Dokter sekaligus Mubaligh lebih dirasa cocok. Namun apa yang menjadikan seorang cerdas tersebut mundur dari impiannya?.
“Jangan seperti lalat..!” Itulah jawabannya.
Seekor lalat yang berada dalam sebuah rumah akan mencoba keluar, namun tahukah anda apa yang ia tempuh untuk keluar. Ia akan terbang menuju cahaya yang ada didepannya, ia menuju jendela yang berkaca. Duaar..! Sudah sepantasnya ia akan menabrak kaca. Namun lalat itu justru mundur mengambil ancang-ancang untuk kembali berusaha menembus kaca. Dan, Duaar..! sekali lagi ia gagal. Kemudian ia berusaha lagi, kemudian gagal lagi. Dan ia terus berusaha, sampai waktunya dihabiskan untuk usahanya keluar dari rumah melalui jendela berkaca tersebut dan tak pernah kunjung berhasil.
Apa yang anda pikirkan. Apakah dia hebat, sehingga mau terus berusaha sekuat tenaga tanpa mengenal putus asa?. Jika jawaban anda begitu, anda tak lebih dari seekor lalat yang malang.
Jika seekor lalat tersebut dapat berpikir, tentunya ia akan menengok ke arah fentilasi udara atau pintu rumah yang terbuka, karena itu justru lebih memudahkannya mewujudkan impian. Jika ia lebih memilih itu, maka sejak awal ia akan menuju impiannya yaitu sebuah kebebasan yang berada diluar rumah.
Betapa bodohnya kita jika menggantungkan cita-cita yang salah. Mengacalah pada lalat, seharusnya anda dapat memahami. Pikirkanlah apa yang akan anda perbuat. Pikirkan apakah cita-citamu memungkinkan untuk anda tempuh. Berikan rambu-rambu di setiap impain anda, karena di setiap jalan pastilah ada sebuah daerah yang rawan kecelakaan.
‘Jangan Seperti Lalat’. Itu akan membimbing anda, jika anda sudah menempuh jalan yang salah, jangan takut untuk mundur. Jika mundur itu lebih baik, mengapa tidak?. Akankah anda mengorbankan waktu dan harta dengan anda sia-sia?. Dan jika anda rasa belum saatnya untuk maju, maka janganlah maju. Karena majunya anda justru akan menyiksa anda. Lebih baik untuk anda mempersiapkan diri menyongsong masa depan, dan maju ketika peluang itu memungkinkan. Kesalahan orang di zaman ini adalah gengsi. Ketahuilah, sesungguhnya perasaan gengsi yang anda pelihara itu akan membinasakan anda. Semoga kita tetap berada dibawah lindungan-Nya. Amien.
* Tulisan akhi fillah di Grabag, Magelang. Anak kiai, lulusan pondok ngruki, dan sekarang mau belajar ke Arab Saudi. Semoga Allah senantiasa menjaganya, memudahkan urusannya, memberkahi di mana saja dia berada. Diunduh dari http://rafiqjauhary.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.