Bentuk-bentuk kufur
ni`mat itu dalam kehidupan antara lain:
(a) Memandang bahwa kesuksesan yang dicapai manusia adalah karena kehebatan dan keahliannya (human ability) semata. Padahal dalam kacamata Islam, semua kesuksesan manusia adalah karena kemurahan Allah swt. Ketika Indonesia berada pada puncak kejayaannya, penguasanya sering memberi kesan bahwa keberhasilan itu adalah lantaran kehebatannya dan ketepatan strategi pembangunan.
Belakangan baru terbukti bahwa kejayaan itu semuanya adalah semu. Kemewahan itu berasal dari utang luar negeri yang ratusan miliar dollar US. Berpestapora dengan pinjaman sementara yang akan memikulnya adalah rakyat kecil yang tidak merasakan sedikitpun hasil pinjaman itu.
(b) Menggunakan kekayaan materi itu untuk sesuatu yang dimurkai Allah. Konsekuensi sikap syukur atas ni`mat ialah mengalokasikannya di jalan Allah. Tentu maksudnya tidak saja membangun masjid, sebab Islam tidak hanya berputar di sekitar masjid. Dunia pendidikan kita masih jauh ketinggalan dari negara-negara yang sekelas dengan kita.
Di negara miskin seperti Mesir saja, misalnya, Al-Azhar sanggup memberikan pendidikan gratis dan berkualitas kepada rakyat Mesir - dan pendatang dari dunia Islam, termasuk dari Indonesia- mulai dari SD sampai ke tingkat "doktor".
Di masa jaya-jayanyapun, pemerintah tidak memberikan pendidikan gratis kepada rakyat. Pendidikan yang adapun tidak membuat rakyat menjadi cerdas, saking rendahnya mutu pendidikan itu. Akhirnya pendidikan berkualitas diserobot oleh lembaga-lembaga swasta untuk kepentingan bisnis dan missinya. Kesehatan tidak kurang parahnya. Walaupun ada puskesmas tersebar sampai ke desa-desa, namun itu sangat tidak memadai bila dibanding dengan kadar ni`mat yang diberikan Allah. Harga obat melambung tinggi. Padahal di negara lain, subsidi terhadap obat itu demikian besarnya, sehingga rakyat tidak merasa berat untuk berobat. Demikian pula memberdayakan ekonomi rakyat dengan membagi-bagi ni`mat itu secara merata kepada seluruh rakyat, agar tidak hanya dirasakan segelintir anak bangsa, apalagi hanya dinikmati oleh orang asing yang kemudian menjadi warga negara RI. Namun yang terlihat di depan mata kepala kita, nikmat yang melimpah ruah itu justru dibuang ke tempat-tempat maksiat; meja perjudian, diskotik, panti pijat, pesta-pesta mewah,
tumbuh dan semaraknya tempat-tempat prostitusi.
(c) Pemborosan (tabzir atau mubazzir). Pemborosan adalah watak yang melekat dalam pemerintahan orde baru dan menjangkit pada orang-orang kayanya. Bukan rahasia lagi dalam suatu instansi, bila diakhir tahun anggaran belanja, tidak boleh ada yang tersisa. Jika masih tersisa, itu harus dihabiskan dengan cara apapun jua. Di tahun 1997 dimana rakyat sedang rentan-rentannya menanggung beban krisis moneter, kita temukan ibu-ibu dharmawanita dari suatu departemen melakukan shoping ke Bangkok dan Singapura.
Apakah anda kira mereka ini pergi dengan biaya dari kantong suaminya masing-masing? Impossible! Dua bencana:
kelaparan dan ketakutan: Kufur ni`mat dalam perspektif Al-Qur’an, akan mendatangkan dua bencana besar: Pertama, kelaparan (al-ju`) yang bisa diterjemahkan dengan krisis pangan, sembako, dan krisis moneter.
Walaupun secara logika, negeri agraris seperti Indonesia yang curah hujannya relatif tinggi, tanah pertaniannya terhampar luas lagi subur, tidak mungkin mengalami krisis pangan. Namun kenyataannya kita masih mengimport beras dari luar. Memang kalau ingin menemukan keajaiban-keajaiban dunia, datanglah ke Indonesia, niscaya anda
akan menemukan keanehan-keanehan dunia, baik keajaiban alamnya maupun keanehan manusianya. Kedua, rasa ketakutan, kekhawatiran dan tidak aman (al-khauf). Kedua bencana ini sudah terjadi secara real dalam masyarakat.
Rasa ketakutan yang mencekam, akibat kerusuhan massal, issu ancaman bom, serta ketakutan akan tindakan kejahatan (fear of crime) seperti penodongan, perkosaan, pembunuhan, dsb. Sehingga membuat orang hidup tidak tenteram, tidak merasa aman, atau senantiasa dihantui perasaan cemas dan khawatir. Hal inilah yang
diperingatkan Allah dalam salah satu ayat-Nya:
"Dan Allah membuat perumpamaan sebuah negeri yang tadinya
aman sentosa, memperoleh rezeki yang melimpah ruah dari berbagai penjuru, tetapi (penduduk) negeri itu kufur
terhadap ni`mat Allah, maka Allah merasakan kepada mereka kelaparan dan rasa takut, akibat apa yang mereka
perbuat." (an-Nahl: 112)
Namun pada ayat lain, Allah swt memberikan solusi atas dua bencana tersebut dalam sepotong ayat. Mari kita simak ayat berikut: "Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan yang memiliki baitullah
ini, yang memberi mereka makan dari kelaparan dan memberi rasa aman dari ketakutan." (Quraisy: 3-4).
Dari ayat
tersebut, dapat diketahui bahwa solusi yang hakiki dari krisis di atasadalah memperbaiki hubungan dengan Allah swt yang dibahasakan dengan ungkapan "menyembah Allah". Selama ini kita memang sudah melakukan penyembahan kepada-Nya, namun penyembahan itu masih sektoral dan parsial. Kita menyembah Allah hanya di dalam shalat saja.
Di luar shalat dan ibadah seremonial lainnya, cendrung kita tidak menyembah Allah. Buktinya, kita masih enggan menerapkan sistem yang dibangun Allah swt. Dan kita masih lebih percaya pada sistem yang kita ciptakan sendiri.
Bukankah ini artinya, kita tidak percaya bahwa sistem yang diturunkan Allah itu efektif untuk mengatur kehidupan kita. Jadi pada intinya, adalah menyembah Allah secara totalitas. Begitulah sunnatullah. Semoga pengalaman masa lalu jadi pelajaran berharga bagi kita semua, Amiin.
Ditulis dari buku yg berjudul Reformasi Republik Sakit
By : DR. Daud Rasyid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.